BRCH (22) : Hilang dari Peradaban?
Senin, 12 Maret 2018
Saya masih terngiang perkataan Abdullah kemaren. Apakah hijrah saya nanti akan sedemikian sehingga memikirkan bola saja tidak sempat. Atau sebatas perpindahan tempat dengan harapan biah lebih baik? Apapun nanti keputusan saya harus atas pertimbangan matang. Saya jadi teringat Ust. Ridwan yang sepulang dari Madinah melibas habis koran-koran Indonesia dari bulan-bulan sebelumnya, sebab fokusnya pada kitab klasik di Madinah.
Kalau nanti begitu, barangkali saya akan menjadi orang kudet informasi tentang negeri sendiri. Politik, organisasi, pergerakan sementara tidak dulu. Futsal, PES, liburan, hanya mendapat porsi terbatas. Saya akan hilang dari peradaban. Benarkah demikian? Kita lihat saja nanti.
Hari ini ujian Muntashob DL. Seperti biasa, saya menjadi ashabul mutaakhiriin dalam mengerjakan soal. Tersisa satu soal yang sampai 15 menit saya memikirnya. Sayang sama saja tanpa hasil. Soalnya ialah membetulkan kesalahan dalam kalimat “المسجد بعيد من البيت”. Barulah setelah saya kumpul langsung tanya jawaban ke pengawas. Ternyata huruf ’من’ diganti dengan ‘عن’. Itu adalah kaidah “بعيد” jodohnya “’عن” dan “قريب” jodohnya “من”. Haha. Dasar saya. Sama sekali tidak berfikir sampai sana. Gereget saya menertawakan kebodohan saya sendiri.
Selesai ujian langsung ke Muqottom. Menjelang Maghrib saya dipanggil padahal bukan giliran saya. Ternyata beliau memberi saya susu, kurma, dan sandwich sebab tau saya berpuasa. Dan hanya saya seorang yang mendapatkannya. Seperti ada embun yang menetes di relung hati saya. Sekiranya seorang ibu bahagia menemukan anaknya yang hilang, begitulah kira perasaan saya. Sekilas teringat bagaimana dulu saya dimarahi dan dibantai didepan orang lain. Kini saya seolah murid yang diperhatikan seperti anaknya. Bagaiamana tidak bertambah cinta saya dengan beliau?
Besok saya berencana membalas memberikan halib dan ashir tuffah ke beliau.
Allah SWT berfirman:
“Dan jika kamu dihormati dengan sebuah penghormatan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau semisal dengannya. “ (An-Nisa : 86)
Rabu, 14 Maret 2018
Hari ini berjalan seperti biasa. Hanya saja dars tasawuf dan imdadul mughits (hadis) bersama Dr. Luqman ditawaqufkan. Kata teman saya beliau ada safar ke Malaysia. Saya cenderung ingin menceritakan kemaren. Selasa pagi lalu, untuk pertama kalinya saya dapat berkomunikasi dua arah dan empat mata dengan orang Mesir selama 30 menit lebih. Saya rasa ini peningkatan yang tidak untuk dibanggakan namun perlu diapresiasi sebagai motivasi.
Saya berbicara dan bercerita dengan Abdullah di Masjid. Kami berbicara tentang syariah, bertukar cerita, dan kehidupan di Mesir. Walau sedikit belepotan, saya cukup mendapat bekal mental untuk berbicara dengan orang Mesir lainnya. Saya kira itu semua hanya butuh waktu. Semakin banyak salah, semakin cepat sampai.
Saya masih terngiang perkataan Abdullah kemaren. Apakah hijrah saya nanti akan sedemikian sehingga memikirkan bola saja tidak sempat. Atau sebatas perpindahan tempat dengan harapan biah lebih baik? Apapun nanti keputusan saya harus atas pertimbangan matang. Saya jadi teringat Ust. Ridwan yang sepulang dari Madinah melibas habis koran-koran Indonesia dari bulan-bulan sebelumnya, sebab fokusnya pada kitab klasik di Madinah.
Kalau nanti begitu, barangkali saya akan menjadi orang kudet informasi tentang negeri sendiri. Politik, organisasi, pergerakan sementara tidak dulu. Futsal, PES, liburan, hanya mendapat porsi terbatas. Saya akan hilang dari peradaban. Benarkah demikian? Kita lihat saja nanti.
Hari ini ujian Muntashob DL. Seperti biasa, saya menjadi ashabul mutaakhiriin dalam mengerjakan soal. Tersisa satu soal yang sampai 15 menit saya memikirnya. Sayang sama saja tanpa hasil. Soalnya ialah membetulkan kesalahan dalam kalimat “المسجد بعيد من البيت”. Barulah setelah saya kumpul langsung tanya jawaban ke pengawas. Ternyata huruf ’من’ diganti dengan ‘عن’. Itu adalah kaidah “بعيد” jodohnya “’عن” dan “قريب” jodohnya “من”. Haha. Dasar saya. Sama sekali tidak berfikir sampai sana. Gereget saya menertawakan kebodohan saya sendiri.
Selesai ujian langsung ke Muqottom. Menjelang Maghrib saya dipanggil padahal bukan giliran saya. Ternyata beliau memberi saya susu, kurma, dan sandwich sebab tau saya berpuasa. Dan hanya saya seorang yang mendapatkannya. Seperti ada embun yang menetes di relung hati saya. Sekiranya seorang ibu bahagia menemukan anaknya yang hilang, begitulah kira perasaan saya. Sekilas teringat bagaimana dulu saya dimarahi dan dibantai didepan orang lain. Kini saya seolah murid yang diperhatikan seperti anaknya. Bagaiamana tidak bertambah cinta saya dengan beliau?
Besok saya berencana membalas memberikan halib dan ashir tuffah ke beliau.
Allah SWT berfirman:
وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَاۤ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا
“Dan jika kamu dihormati dengan sebuah penghormatan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau semisal dengannya. “ (An-Nisa : 86)
Rabu, 14 Maret 2018
Hari ini berjalan seperti biasa. Hanya saja dars tasawuf dan imdadul mughits (hadis) bersama Dr. Luqman ditawaqufkan. Kata teman saya beliau ada safar ke Malaysia. Saya cenderung ingin menceritakan kemaren. Selasa pagi lalu, untuk pertama kalinya saya dapat berkomunikasi dua arah dan empat mata dengan orang Mesir selama 30 menit lebih. Saya rasa ini peningkatan yang tidak untuk dibanggakan namun perlu diapresiasi sebagai motivasi.
Saya berbicara dan bercerita dengan Abdullah di Masjid. Kami berbicara tentang syariah, bertukar cerita, dan kehidupan di Mesir. Walau sedikit belepotan, saya cukup mendapat bekal mental untuk berbicara dengan orang Mesir lainnya. Saya kira itu semua hanya butuh waktu. Semakin banyak salah, semakin cepat sampai.
Komentar
Posting Komentar