BRCH 36: Di balik Tulisan Sosok Juara MHQ Internasional


Rabu, 1 Mei 2019

Beberapa waktu lalu, saya menulis artikel tentang Sosok di balik Juara I MHQ Internasional Mesir 2019. Ide tersebut sekilas muncul ketika tengah menyaksikan final event tersebut. Tanpa pikir panjang, berbekal kedok tim media MAQURAA saya langsung temui Adriyan.

Wawancara selesai. Saya rekam hasil tanya jawab yang berlangsung sekitar 20 menit itu. Di rumah, saya targetkan satu malam selesai meskipun harus begadang, agar tidak menganggu waktu ujian saya.

Ternyata tidak mudah. Saya bingung menentukan genre dalam tulisan; apakah model wawancara, essay, berita, atau liputan khusus. Lama sekali saya berfikir. Akhirnya terpilih genre campuran antara essay dan berita. Waktu Subuh satu jam lagi. Saya baru dapat dua paragraf. Karena jadwal esok hari padat saya harus istirahat, walaupun sebentar.

Malam esok harinya saya melanjutkan lagi. Tidak apa waktu belajar saya terpotong, asal tulisan selesai. Namun ide dan uslub saya sedang lemah malam itu. Tulisan saya tidak mengalir. Saya tetap terjaga sampai jam satu malam, berusaha untuk tetap menulis, namun masih nihil. Hanya bertambah beberapa paragraf sampai saya tertidur.

Pagi hari, setelah sholat dan kumpul seperti biasanya bersama Ustaz, saya tidak tahan. Akumulasi kecapekan hari sebelumnya memaksa saya harus tidur. Terpaksa sampai dzuhur saya terkapar, sementara teman-teman saya belajar bersama di waktu tidur saya.

Selepas Dzuhur, saya sudah tidak bernafsu untuk melanjutkan tulisan. Waktu saya telah banyak tersita. Belajar saya terbengkalai. Jika dipaksakan untuk menulis, akan lebih banyak lagi waktu terkuras untuk menulis. Akhirnya saya putuskan untuk tidak menyelesaikannya. Lagi pula, bukan suatu hal yang mendesak dan terlalu penting.
Beberapa menit sejak saya memutuskan untuk tidak melanjutkan tulisan, terlintas bisikan di kepala saya untuk meneruskan.

"Selesaikan sesuatu yang sudah kau mulai," begitu kira-kira.

Saya bimbang. Saya harus segera belajar lagi. Di waktu yang sama, usaha yang telah saya lakukan sampai berkorban waktu, pikiran, dan tenaga, terlalu berharga jika disia-siakan tanpa hasil. Sebentar saya berpikir, sampai akhirnya saya buka kembali laptop, meneruskan apa yang telah saya mulai.

Siang sampai sore saya di depan laptop. Di situ saya belajar memahami, bagaimana sekelas Aan Mansur dari pagi hingga sore berkutat di depan laptop hanya menghasilkan satu paragraf. Semua mengalami masa stagnan, begitu pula saya. Kita hanya perlu tetap berusaha, sampai akhirnya ada seercah cahaya titik balik menuju kemudahan.

Menjelang maghrib tulisan saya selesai. Sekitar 1200 an lebih karakter atau sekitar tiga halaman. Lumayan, kata saya dalam hati. Ba'da maghrib, sekali dua kali editing, lalu saya post di facebook dan web MAQURAA. Iseng-iseng saya kirim ke ibtimes.id (kanal gagasan cendekiawan muda muhammadiyah). Di tahap ini, saya merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Plong. Akhirnya selesai juga!

Dan Alhamdulillahnya lagi, tulisan saya dimuat di ibtimes.id, meskipun hanya dalam rubrik liputan internasional. Ketika saya lihat facebook dan web, responnya juga cukup baik. Viewer tulisan saya di web selang satu dua hari sudah mencapai 300 lebih. Namun dalam hati saya coba teguhkan bahwa, menulis bukan demi ketenaran dan pujian. Sederhana saja, agar orang lain termotivasi sehingga menjadi nilai dakwah bagi saya.

Sampai akhirnya pagi tadi, seseorang mengirim pesan di akun facebook MAQURAA. Intinya, merasa keberatan dengan tulisan yang saya buat dan meminta untuk segera menghapus. Dalam pesannya, ia mengaku salah satu alumni Pondok Yanbuul Quran.

Saya hanya dapat menghela nafas. Sambil tersenyum menikmati realitas yang terjadi, pikiran saya terbayang bagaimana proses dan perjuangan di balik selesainya tulisan tersebut. Ibarat sudah diterbangkan sampai menyentuh awan, hati saya harus dihempaskan terjatuh ke bumi.

Setelah saya konfirmasi lebih lanjut melalui wa, barulah jelas perkara. Dalam tulisan tersebut, saya cukup menekankan peran Yanbuul Quran dalam menempa sosok Adriyan. Namun ternyata di Pondok Yanbuul Quran sendiri, sudah menjadi aturan dan bahkan pemahaman bersama bahwa, lulusan pesantren tersebut tidak diperkenankan mengikuti musabaqah atau lomba berkaitan dengan Alquran. Di setiap sanad santri pesantren tersebut, telah tertera aturan sebagaimana demikian. Hal ini, katanya, merupakan wasiat dari Kyai Arwani, pendiri pesantren tersebut.

Sedikit lebih menjadikan lega, orang yang menyampaikan keberatan tersebut ternyata kawan saya sendiri. Kami berkenalan di asrama Indonesia. Ia menyampaikan, tidak lain keberatan mereka hanyalah karena khawatir bila tulisan saya sampai ke pengurus pesantren tersebut sehingga ada kemungkinan menimbulkan kemarahan. Bila benar sampai ke pengurus pula, kasihan sosok Adriyan yang akan terpojok; menjadi bahan pembicaraan tidak baik oleh kalangan pimpinan pesantren.

Di titik ini saya dapat memaklumi, bahkan sebuah keharusan. Namun sampai harus menghapus tulisan yang sudah tersebar di berbagai plateform, ialah sebuah kenyataan yang saya harus berfikir lebih dari sekali untuk menerimanya.

Sekalipun berat, dalam hal ini logika harus dimenangkan dari sekedar perasaan. Akhirnya saya hapus semua postingan di facebook, web, bahkan saya minta redaktur ibtimes.id pula untuk menghapus tulisan saya. Tentu saja, demi kemaslahatan bersama.

Sebenarnya bisa saja menempuh jalan tengah. Yaitu mengedit tulisan saya dengan tidak mencantumkan Yanbuul Quran dalam porsi besar. Namun hal itu tidak sesederhana menghapus satu dua paragraf lalu selesai; ada diksi serta poin gagasan yang harus dirombak dan disusun kembali. Dan pasti akan membutuhkan waktu lagi.
Barangkali juga faktor 'kagol', akhirnya saya benar-benar menghapus tulisan tersebut. Bila ada waktu, mungkin akan saya edit. Setidaknya saya sisakan versi utuhnya di blog ini.

Jika memang ini ialah suatu kepahitan yang harus saya alami, semoga kenyataan ini dapat saya terima sebagai sebuah proses dalam menapaki dunia literasi, yang boleh jadi dapat saya ceritakan ulang kelak kepada para pembaca buku-buku saya nanti, hehe. Semoga!



Komentar

  1. 🎵"Kuajak kau melayang tinggi lalu kuhempaskan ke bumi" 🎵
    .
    .
    .
    .
    Tuhan yang Maha Kuasa,
    Semua milik Allah.
    Kesempurnaan dan keberhasilan yang dicapai juga milik Allah.

    Mencoba membatu melegakan mas :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah. Termasuk kebaikan dan luasnya kasih sayang tuhan, menggerakan hati sampean buat melegakan hati saya :))

      Terimakasih

      Hapus
  2. selesaikan sesuatu yang sudah kau mulai
    .
    .
    .
    satu kalimat yang mbuat aku inget sama pelatih silat,
    biar aku ga jadi pengecut:v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantapp. Sepertinya sparring matras menarik nih :))

      Hapus
  3. nasihat bagi saya yg sering nunda2 tulisan...

    BalasHapus
  4. Menjaga keikhlasan salut

    BalasHapus

Posting Komentar

VIEWERS

Postingan Populer