BRCH (32) : Kebahagian Sebenarnya

Senin, 11 Juni 2018

Ketika iseng membuka instagram melalui HP Fawwaz kemaren, saya mendapati beberapa kabar yang memang sebaiknya saya tidak mengerti. Benar kata Ustad Arif, ketidaktahuan seringkali lebih baik karena membawa kepada ketenangan. Dan karenanya, saya cukup tidak tenang setelah mendengar kabar tersebut. Hampir boleh dikatakan menyesal mengetahuinya.

Pertama, PCIM mengadakan bagi-bagi takjil on the road. Ramai dan meriah sekali. Juga syahdu, karena dilaksanakan ketika senja benar-benar menunjukan kehangatannya. Hal ini terlihat dalam postingan instagram Muhammadiyah Mesir. Betapa bahagianya sekiranya saya ada dan terlibat diantara mereka.

Kedua, PCIM mengadakan Ifthor bersama. Salah satu proker Majelis saya (Majelis Tabligh) dan saya tidak ada disana. Yang lebih menjadikan penyesalan saya berlipat ialah bahwa di acara tersebut, salah seorang senior PCIM, Mas Fahrudin, melakukan walimatussafar atau pamitan akan pulang ‘ala thul (tidak balik Mesir lagi). Artinya, saya tidak lagi dapat sekedar berdiskusi atau bercanda dengan beliau disini. Lebih payah lagi, untuk sekedar bersalaman mengucap doa dan sampai jumpa saja, saya tidak dapat. Saya benar-benar merasa kehilangan. Beliau sudah seperti kakak kelas saya sendiri.

Saya menyesalkan diri saya. Walau HP saya dikumpulkan, kenapa juga saya tidak mencuri-curi informasi, padahal saya mampu kalau mau. Tinggalah penyesalan. Diawal ramadhan saya sudah ancang-ancang hendak mengantar Mas Fahrudin. Dan kabar ini mengacaukan semuanya.

Sepertinya Karantina Ramadhan telah menjauhkan saya dari orang-orang terdekat saya. Ya, sekalipun hanya sementara dan memang ada gantinnya. Bahkan saya sempat merenung, apakah saya benar-benar bahagia?

Lalu, ketika saya berdiri mengikuti jama’ah qiyamullail bersama Syekh Ahmad malam tadi, saya seolah menemukan titik cerah jawabannya. Barangkali kiranya saya terlibat banyak sibuk diluar, tidak akan saya merasakan nikmatnya berdiri di tengah malam, menikmati merdunya suara imam tanpa tersadar mata kami basah. Juga bermunajat dengan linangan air mata, ketika sebagian besar dari hambanya yang lain terlelap. Barangkali inilah, kenikmatan yang hakiki; kebahagiaan sesungguhnya.

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer