Bunga Rampai Catatan Harian (8)
Selasa, 7 November 2017
Dalam ketidaksengajaan, saya membaca blog salah seorang masisir senior. Ainun Mardhiyyah kalau tidak salah namanya. Pada kurun waktu yang berbeda namun di tempat yang sama, saya merasakan kegelisahan sebagaimana demikian pula. Perihal sholat berjama’ah di awal waktu.
Sudah cukup lama rupanya. Bahkan membudaya sampai menjadikannya seolah-olah biasa. Keteguhan komitmen yang dibangun sekian lamanya di Pesantren sebagian besar kandas. Mereka dibenturkan dengan realitas yang tidak senafas. Maka jadilah komitmen tersebut luntur seperti baju putih yang dicuci bersamaan dengan pakaian baru warna-warni. Sesuatu yang amat kita sesalkan, semoga bersama dapat kita selesaikan.
Jum’at, 10 November 2017
Sampai sholat Jum’at saya tidak keluar asrama. Menikmati Me-Time dan sesekali Q-Time bersama teamn-teman di asrama. Shalat Jum’at juga di asrama. Khotib berbicara mengani istiqomah dan ketakutan pada Tuhan. Kalau tidak salah sudah sekitar 9x Jum’at saya dapati di Mesir. Dan kemampuan memahami bahasa khotib tak kunjung meningkat kecuali sedikit saja. Ini menjadi refleksi bagi saya untuk lebih nggetih lagi.
Siang hari rapat Forza membahas Follow Up di sekre PCIM. Saya dan rombongan banin, Azka, Mouhan, Agarin, harus tersasar dalam sesaknya arus lalu lintas hari Jum’at. Sampai akhrinya menjelang Ashar kami baru datang. Telat satu jam dari kesepakatan awal. Rapat berjalan cukup menarik. Beberapa teman-teman banat juga mau angkat suara. Saya jadi teringat rapat-rapat IPM di Jogja dulu.
Selesai rapat menuju ke Faisal, daerah dekat Ghiza, untuk sowan dan silaturahim ke Rumah Kak Wahyudi Abdurrahim.
Ahad, 12 November 2017
Hari ini berjalan begitu datar. Saya tidak berangkat talaqqi ke Muqottom. Saya sampaikan pada Syekh kalau tenggorokan saya bermasalah sehingga berdampak pada suara yang serak. Sejujurnya, itu hanyalah 20% dari alasan saya izin. Adapun 80% sisanya ialah ghirrah belajar dan bergerak yang sedang turun-turunnya. Sungguh sedari pagi sampai sore sama sekali saya tidak bergairah dalam banyak hal : berbicara, bercanda, membaca, dlsb. Seperti menjalani hidup tanpa motivasi. Seolah-olah saya hanya ingin tidur menghabiskan hari ini untuk memulai lagi esok hari dengan penuh semangat.
Namun Allah sungguh baik. Belum sempat hari Ahad habis dalam perhitungan Masehi, ba’da maghrib tadi, saya dapat mengais beberapa mutiara hikmah dari Mas Pangeran (Presiden PPMI) dalam diskusi “keluar asrama?” bersama KBRI. Sebetulnya, saya tidak layak hadir dalam forum tersebut sebab sama sekali saya tidak ingin keluar dari asrama. Saya hanya ingin mendengar dan melihat saja apa yang dibicarakan. Dan ternyata, apa yang saya dengar seperti obat yang menyembuhkan sakit kekurangan motivasi saya. Berikut ringkasan dari apa yang saya dapatkan :
Kebiasaan tahun depan, tidak jauh berbeda dengan apa yang kita biasakan sekarang. Bahkan lebih sibuk ketika sedari dini sudah berkecimpung dalam banyak komunitas.
Maka yang diharapkan ialah, sejak pagi Shubuh sudah di Masjid Hussein. Sedari awal hari sudah mencari talaqqi. Sedari shubuh sudah menghafal. Bukan membiasakan tidur atau malas-malasan. Itu yang akan membentuk kebiasaan taun-taun selanjutnya.
Mahasiswa harus idealis. Harus menentukan target-target dalam satu tahun. Pencapaian apa yang ingin didapat. Supaya terarah dan tidak begitu saja mengalir sehingga mudah hilang arah.
Indonesia membutuhkan orang-orang yang ahli atau pakar. Untuk itu kita berada disini. Kalau sekedar tau, gogle menjadikan siapapun tau.
Menganggap teman-teman sekitar bukan sekedar teman biasa. Namun dalam usia sekian telah memeliki kelmuan sekian. Sehingga tidak hanya tertawa atau bertegur sapa, melainkan untuk berlomba dalam kebaikan. TAHUN PERTAMA YANG AKAN MENENTUKAN
Dalam ketidaksengajaan, saya membaca blog salah seorang masisir senior. Ainun Mardhiyyah kalau tidak salah namanya. Pada kurun waktu yang berbeda namun di tempat yang sama, saya merasakan kegelisahan sebagaimana demikian pula. Perihal sholat berjama’ah di awal waktu.
Sudah cukup lama rupanya. Bahkan membudaya sampai menjadikannya seolah-olah biasa. Keteguhan komitmen yang dibangun sekian lamanya di Pesantren sebagian besar kandas. Mereka dibenturkan dengan realitas yang tidak senafas. Maka jadilah komitmen tersebut luntur seperti baju putih yang dicuci bersamaan dengan pakaian baru warna-warni. Sesuatu yang amat kita sesalkan, semoga bersama dapat kita selesaikan.
Jum’at, 10 November 2017
Sampai sholat Jum’at saya tidak keluar asrama. Menikmati Me-Time dan sesekali Q-Time bersama teamn-teman di asrama. Shalat Jum’at juga di asrama. Khotib berbicara mengani istiqomah dan ketakutan pada Tuhan. Kalau tidak salah sudah sekitar 9x Jum’at saya dapati di Mesir. Dan kemampuan memahami bahasa khotib tak kunjung meningkat kecuali sedikit saja. Ini menjadi refleksi bagi saya untuk lebih nggetih lagi.
Siang hari rapat Forza membahas Follow Up di sekre PCIM. Saya dan rombongan banin, Azka, Mouhan, Agarin, harus tersasar dalam sesaknya arus lalu lintas hari Jum’at. Sampai akhrinya menjelang Ashar kami baru datang. Telat satu jam dari kesepakatan awal. Rapat berjalan cukup menarik. Beberapa teman-teman banat juga mau angkat suara. Saya jadi teringat rapat-rapat IPM di Jogja dulu.
Selesai rapat menuju ke Faisal, daerah dekat Ghiza, untuk sowan dan silaturahim ke Rumah Kak Wahyudi Abdurrahim.
Ahad, 12 November 2017
Hari ini berjalan begitu datar. Saya tidak berangkat talaqqi ke Muqottom. Saya sampaikan pada Syekh kalau tenggorokan saya bermasalah sehingga berdampak pada suara yang serak. Sejujurnya, itu hanyalah 20% dari alasan saya izin. Adapun 80% sisanya ialah ghirrah belajar dan bergerak yang sedang turun-turunnya. Sungguh sedari pagi sampai sore sama sekali saya tidak bergairah dalam banyak hal : berbicara, bercanda, membaca, dlsb. Seperti menjalani hidup tanpa motivasi. Seolah-olah saya hanya ingin tidur menghabiskan hari ini untuk memulai lagi esok hari dengan penuh semangat.
Namun Allah sungguh baik. Belum sempat hari Ahad habis dalam perhitungan Masehi, ba’da maghrib tadi, saya dapat mengais beberapa mutiara hikmah dari Mas Pangeran (Presiden PPMI) dalam diskusi “keluar asrama?” bersama KBRI. Sebetulnya, saya tidak layak hadir dalam forum tersebut sebab sama sekali saya tidak ingin keluar dari asrama. Saya hanya ingin mendengar dan melihat saja apa yang dibicarakan. Dan ternyata, apa yang saya dengar seperti obat yang menyembuhkan sakit kekurangan motivasi saya. Berikut ringkasan dari apa yang saya dapatkan :
Kebiasaan tahun depan, tidak jauh berbeda dengan apa yang kita biasakan sekarang. Bahkan lebih sibuk ketika sedari dini sudah berkecimpung dalam banyak komunitas.
Maka yang diharapkan ialah, sejak pagi Shubuh sudah di Masjid Hussein. Sedari awal hari sudah mencari talaqqi. Sedari shubuh sudah menghafal. Bukan membiasakan tidur atau malas-malasan. Itu yang akan membentuk kebiasaan taun-taun selanjutnya.
Mahasiswa harus idealis. Harus menentukan target-target dalam satu tahun. Pencapaian apa yang ingin didapat. Supaya terarah dan tidak begitu saja mengalir sehingga mudah hilang arah.
Indonesia membutuhkan orang-orang yang ahli atau pakar. Untuk itu kita berada disini. Kalau sekedar tau, gogle menjadikan siapapun tau.
Menganggap teman-teman sekitar bukan sekedar teman biasa. Namun dalam usia sekian telah memeliki kelmuan sekian. Sehingga tidak hanya tertawa atau bertegur sapa, melainkan untuk berlomba dalam kebaikan. TAHUN PERTAMA YANG AKAN MENENTUKAN
Komentar
Posting Komentar