Syair Bung Karno


Seseorang yang  belum lama mengenal saya, meminta pendapat saya perihal ungkapan Bung Karno tentang kampus yang padanya ia akan mempertaruhkan masa depan. Namanya Nita S Wijaya. Ia alumni teladan 017 dan kami diperjumpakan sebab event Sungkem. Sampai detik ini saya tidak tau dan belum menanyakan, dari mana nama ‘Atin’ dapat disematkan padanya, haha.

Yang saya tau, dia senang melahap buku-buku. Naasnya, dia menganggap saya jauh lebih banyak melahap buku. Sementara orang yang ditanyanya hanya tersenyum sinis, sebab anggapnya amat meleset, sebab kebiasaannya belakangan justru bertolak belakang daripada asumsinya.

Namun, alasan mengapa saya menulis ini tidak lain sebab ingin mengabadikan saja. Dalam kurun masa miskin bacaan, saya disodori tentang kata-kata Bung Karno, yang berkaitan dengan tugas Ospeknya. Kira-kira demikian bunyinya,

Gadjah mada adalah mata airmu,
gadjah mada adalah sumber airmu
tinggalkanlah kelak gadjah mada ini
bukan untuk tergenang
dalam rawanya ketiadaan amalan
atau rawanya kemuktian diri sendiri
tetap mengalirlah ke laut
tujulah ke laut, capailah laut
lautnya pengabdian kepada negara dan tanah air
yang berirama, bergelombang, dan bergelora

Jujur harus 3 kali mengulangi barulah sedikit saya menangkap maknanya. Betapa dalam dan luar biasa syair Bung Karno. Ini menunjukkan betapa luas bacaan pemimpin negara kita dahulu. Hal yang kita rindukan pada pemimpin-pemimpin negeri kita saat ini.

Maka, dalam pendek pemahaman saya, sekaligus dalam inspirasi perjalanan menuju Boyolali beberapa hari yang lalu(30/7), saya mencoba mengawang-ngawang makna yang terkandung.  Saat itu saya menuliskan demikian,

Universitas Gadjah Mada laksana mata air yang mengalirkan mineral murni dari bumi, menyimpan banyak kandungan ilmu, pengetahuan, adab, yang dengannya banyak
manusia menuai kebermanfaatan darinya.

Universitas Gadjah Mada ibarat sumber air bagi para penuntut ilmunya, yang menyediakan ratusan liter lebi cakrawala yang tiada habis, sebagaimana sumber, bagi siapapun yang,menimba air daripadanya.

Sebagaimana setiap yang singgah tidak selamanya menetap, menjadi harapan yang tidak pernah surut diungkapkan, bahwa siapa sahaja penuntutnya yang telah tamat atau barangkali melanjutkan jenjang dalam samudra lain yang lebih luas, tidak lantas meninggalkan begitu saja, tanpa mempersembahkan apa saja yang ia dapat daripada ilmunya, barang sedikit, demi umat, masyarakat, dan bangsanya. Bukan merasa mulia sebab ilmunya, alih-alih merasa paling pandai, tanpa sepeser amal pengabdian.

Ketika secara sadar maupun tidak, segenap jiwa kita telah tercebur dalam sungai aliran sungai pendidikan sekaligus pengabdian, pantang bagi kita usai sebelum benar sampai akhir hulu. Teruslah mengalir, menerabas batu, kayu, serta belukar yang menghadang, sampai benar kita sampai diujungnya laut : laut pengabdian kepada bangsa, negara, dan tanah air tercinta.

(Boyolali, 2017)


Hampir saya enggan untuk menulis, kalau bukan sebab apresiasi terhadap diri sendiri hehe. Lagipula, siapa tau dari siapapun pembaca budiman barangkali ada yang mengambil manfaat, boleh jadi amal saya, atas izin Allah tentunya. waAllahua’lam.

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer