Ketika Sebelum Terakhir
Didorong oleh perasaan yang kuat serta gejolak yang tidak kalah dahsyat, akhirnya saya takluk untuk mengalah dan menuliskannya. Tentang 4,5 jam keberadaan saya di Jogja dua hari silam, yang didalamnya saya punya hati seperti digesrek-gesrek sendok garpu pembawa kebahagiaan, sekaligus kesedihan.
Malam sekitar pukul 19.46 di hari Senin, rencana esok hari untuk bertolak ke Yogyakarta terbulatkan setelah ada pergolakan. Baru pagi tadi, pukul 06.35, saya tiba dirumah setelah 3 hari di Jogja. Selain tidak enakan, pastilah tidak dikasih izin orang tua untuk kesana lagi. Namun, saya tetaplah saya dalam perihal izin. Belum berubah. Hehe. Seperti biasa, izin baru saya sampaikan 3-5 menit sebelum berangkat. Bukan malam hari sebelumnya.
Sebenarnya cukup sederhana alasan saya beranjak. Menuntaskan salah satu target bulan Agustus. Atau lebih tepatnya, list to do sebelum tidak lagi dapat kaki berpijak di Yogyakarta, pun Indonesia. Alay ya, ndak peduli hehe. Satu tersebut ialah, mengadakan upgradding di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta(selanjutnya disebut ‘mugacil’). Iya, sesederhana itu.
Namun, saya pun mengindahkan peribahasa ‘sekali dayung, dua tiga pulau terlewati”. Sekalian menyelesaikan tanggung jawab dan kewajiban lain tentunya.
Selasa, pukul 13.45 saya berangkat menerobos terik dalam keramaian jalanan Klaten-Jogja. 30 menit sebelum ashar touchdown PDM. Menyempatkan singgah di kantor pergerakan IPM, bahkan secara kebetulan berjumpa ketuanya. Setelah srawung sekedarnya, saya ambil piala dan sertifikat untuk diserahkan kepada IPM SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Ini diantara tanggung jawab yang mesti diselesaikan secara saya ialah tim monitoring fortasi ranting tersebut.
Sempat malas saya mengantarkannya dan meminta ketemuan di PDM saja. Banyak urusan lain mesti dilakukan. Namun, mereka kekeuh membujuk. Sekalian perpisahan, katanya. Hmmm. Oke, saya mengalah.
Buru-buru saya melesat berpacu dengan waktu sebab ba’da ashar harus beranjak lagi ke mugacil. Sesampainya disana, tanpa ragu, langsung kaki saya ayunkan menuju kantor IPM mereka. Ini kali ketiga saya memasuki ruang kecil bercat kuning diseberang tangga tersebut. Disana, sebagaimana biasanya, telah menanti sepaket pejuang IPM SMK Muhi. Sandy, Iren, Febi, dan Selvy. Suasana cukup mudah saya cairkan. Kalau bukan sebab jam terbang ketum dahulu, barangkali saya tetap seorang lelaki yang selalu kikuk dengan perempuan. Hehe
Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa untuk diceritakan. Saya srawung sekedar tanya proker atau perkembangan, kemudian serah terima piala yang mereka menangkan dalam lomba fortasi, dan tentu pamit sudah tidak menjadi tim monitoring bersamaan dengan usainya fortasi. Yang terakhir ini cukup membuat saya tergerus. Siapa sangka, ditengah perjalanan kata yang terputar oleh pita suara saya, wanita disebelah saya berkata,
“Ih, terharu Kak,”
Saya tidak peduli awalnya, sampai beberapa saat kemudian terdengar ia terisak pelan. Seketika bola mata saya gulirkan padanya. Matanya merah rembes. Walau tidak deras mengalir, siapapun tidak menyangkal ia mbrambangi. MasyaAllah :”)
“He, kamu kenapa e Feb?”tanya saya dengan sedikit ketawa. Memecah suasana.
Nampak ia bersembunyi dibalik jas yang ia jadikan penutup mata seketika. Oh anu kelilipen ini tadi, katanya. Saya hanya tersenyum. Hati saya seperti kuku yang digarukkan di tembok. Ketika ia sedikit mengintip, seolah barusaja basah ia punya mata. Haha, tidak tau lah. Barangkali memang benar kelilipan.
Setelah kami foto bersama dan sebelum akhirnya saya pamit undur diri, saya sampaikan kalau setelah ini, apapun kendala maupun kebingungan perihal IPM dan kaitanya dengan PD IPM, bisa ditanyakan ke sahabat ranting langsung atau pimpinan PD lainnya.
“Hah, gamau. Maunya sama kamu e kak,” celetuk Iren, sekum ranting sekolahnya. Ndak penting sih wkwkw. Hanya saja, walau ada kemungkinan guyon maupun serius, saya tidak bisa menjawabnya melainkan dengan tersenyum simpul.
Dirasa cukup disatu tempat, segera saya meluncur ke lain tempat. Mugacil. Tujuan utama saya.
Barangkali terkesan sederhana. Sekedar upgradding oleh ranting. Namun bila betul sesederhana itu, tidak akan rasanya saya daftarkan dalam list to do in this month, atau bahkan saya belani melaju dari Klaten. Selain ingin mempersembahkan kebersamaan terakhir dengan mereka selaku sahabat ranting, usaha menuju upgradding ini memiliki tantangan.
Adalah program kerja dadakan yang sama sekali belum pernah ada di tahun-tahun sebelumnya, dan tentu sumber pengeluaran dananya.
Sesampainya disana, saya disambut hangat oleh mereka. Nampak mereka berkumpul berbincang di hall mugacil unit 2. Ada Shinta, Ikha, Riri, Vina, Sofi, Ismail, Raffi, dan Rakha. Menunggu kedatangan saya. Hehe. Sementara saya didampingi hanif indhie membimbing perencanaan menuju upgradding.
Belum apa-apa, seseorang dari mereka, Ikha, berkata bahwa ia melihat saya masuk di majalah Sinar Muhammadiyah. Saya pura-pura tidak tahu dan berlagak heran. Seketika ia menyodorkan majalah yang ia ambil dari tasnya. Allahuakbar, sampai dibawa segala. Tidak bisa saya mengelak. Puji-pujian disematkan pada saya oleh mereka. Mungkin menyenangkan, namun saya takut bahwa sejujurnya, saya tidak sebaik yang mereka sangka. Walau demikian saya tetap tersenyum dan mengapresiasi perhatian mereka. Ehehe
Lalu kami masuk kelas, mengatur strategi, mengegolkan Upgradding.
Jauh sebelumnya, ketika klop dan nyaman saya dapatkan sejak perjumpaan pertama dengan mereka, terbersit dipikiran harus punya momen bersama. Tercetuslah upgradding. Saya bakar dan kompori mereka untuk setuju, sekaligus mengajukan ke sekolah. Menembus ke pembina dan kesiswaan tak semudah membalik tangan. Akan dianggap apalah seorang anak SMP mengajukan kegiatan sampai menginap segala. Namun, tetap saya yakinkan.
“Ndak ada waktu lagi, minggu belakangnya sudah Idul Adha. Tinggal minggu ini. Atau mungkin bisa setelah Idul adha, tapi nanti sama sahabat ranting yang lain. Hehe” ucap saya saat itu. Kayak bukan meyakinkan sih ehe.
Tanpa sedikitpun saya buat-buat sontak mereka berteriak kecewa. Seperti kaget namun sudah mengerti (insyaAllah) bakal terjadi. Seseorang, Raffi, lalu menimpali, “Yaudahlah pokoknya kita usahakan besok ini, biar nanti kita punya momen sama Mas Hidan. Biar kita gak mudah dilupakan.”
Nyesss.
Jujur, saya baper. Seketika makin teriris saya punya hati. Saya menarik nafas dalam-dalam, lalu melepasnya. Belum genap satu masa pleno saya mengenal, namun perhatian dan kebersamaan dengan mereka kian menulang sumsum. Itupun harus dihadapkan dengan realitas bahwa tidak dapat selesai amanah sahabat ranting saya tunaikan. Allahu.
Untuk membaur dan menghangatkan suasana dengan orang baru, saya tidak butuh banyak waktu. Bukan bermaksud sombong, namun mencoba mengenal potensi diri. Sombong tidak boleh, namun mengetahui potensi diri itu harus!
Bila benar ini potensi saya, yang demikian telah mengantar saya mengenal dekat banyak orang, dan pada waktu bersamaan, mengahruskan saya untuk berpisah dengan banyak orang tersebut, setidaknya untuk sementara waktu.
Dan satu hal lagi, ketika kepergian saya tinggal menghitung hari walau belum benar pasti, atau ketika saya mengerti tidak lama lagi dapat berjumpa maupun mengalami hal-hal yang tidak dapat saya lakukan suatu saat nanti, tentu segala sesuatu akan kita suguhkan sebaik dan semaksimal mungkin apapun dan kepada siapapun kita persembahkan.
***
Beberapa hari yang lalu, tiga, saya juga berkicau di salah satu sosial media yang dalam kurun masa cukup panjang telah saya tinggalkan. Kira-kira saya punya tweet seperti ini,
“Andai setiap keadaan seolah-olah seperti benar-benar sebelum terakhir, maka bahagia hanya soal mau atau tidak. Hehe”
(@Hidanul_Achwan/21-8-2017)
Celakanya, untuk sampai dalam fase tersebut, tidak semua insan berjaya. Dalam sholat misalnya. Barangkali mengapa kita tidak bersegera menyambut dan mendirikan sholat ialah sebab kita merasa dalam hidup masih diberi umur yang panjang. Atau kita payah untuk tidak memperturutkan nafsu sebab berfikir masih diberi waktu lapang untuk bertaubat kemudian. Ah, andai seperti benar-benar sebelum terakhir.
Klaten, 24 Agustus 2017
Diselesaikan dalam waktu-waktu syahdu
02.07 WIB
Komentar
Posting Komentar