CURHAT

Ada sedih dan gelisah yang menyeruak, melihat hari-hari yang lewat berlalu bersama dengan banyak kesia-siaan waktu. Beginilah bila tidak memiliki jadwal, ba’da shubuh terbuang dengan terlelap, siang hari laptop atau sekedar televisi, paling pol menyediakan sejam ba’da isya demi buku. Itupun sangat-sangat jauh dari kepantasan, mengingat banyaknya jatah waktu yang seharusnya saya punya.

Kemudian, ketika menatap hari-hari yang akan datang kemudian menghilang, dimana misteri dan tantangan silih berganti bertandang, aku masih dalam gamang. Pertanyaan yang buru-buru segera ingin dituntaskan ialah, “ketika yang lain sudah ospek, ngampus, nugas, dan segala macamnya, apa yang dapat  saya perbuat?”

Menurut beberapa survey abal-abal, rata-rata ospek mereka mulai tanggal 10 keatas, walaupun satu kampus, yang di-idaman banyak orang, terhitung tanggal 7 Agustus sudah masuk. Bahkan, beberapa teman-teman beasiswa PBSB Kemenag sudah sejak awal bulan lalu masuk dan belajar, produktif gitu intinya. And me? Heuuhh. Andai tidak sakit, serpihan kaca akan saya pungut untuk mengukir kata ‘produktif’ di kulit, demi menambah dorongan yang tiada habis. Tapi sakit, hehe.

Suatu ketika, dalam kegelisahan demikian, saya berkelakar pada salah satu teman, Atim namanya. Camaba UGM Psikologi,  yang dalam first impression saya memancarkan sinyal kalem dan penuh keanggunan, walaupun setelah mengenalnya, justru lebih dari itu haha.

“Kok aku iri ya, tugasmu banyak, terstruktur, pake tulis tangan lagi. Ada dorongan atau paksaan gitu, buat hidup produktif.“

“Aku malah iri sama kamu Ndan, enak ya hidupmu selo tenan,” spontan ia menimpali.

Sebagaimana diketahui ospeknya UGM memang penuh dengan segepok tugas essai. Sementara samasekali saya tidak ospek. Waktu selo boleh jadi nikmat, namun hanya akan menjadi laknat tanpa bisa memaknainya. Daan, celoteh teman saya diatas, sebuah cambukan yang amat dalam membekas dan perih. Nyengak. Selo. Laknat.

Masih dalam kepedihan selo yang tak terobati, apa yang hadir menyentuh qalbu malam tadi seakan menjadi obat yang menyembuhkan, namun amat pahit dirasakan.

Seseorang yang bercita-cita menjadi presiden, yang tidak lain ialah ketua IPM ku di Jogja, Nabhan Mudrik Alyaum, menulis di kapal kecil(baca:grup line) yang ia nahkodai perihal apa yang ia alami hari ini berikut analisa dan hikmah-hikmah yang dapat ia gali. Setidaknya empat hal besar ia lakukan dalam sehari—sebagaimana ia laporkan dalam grup.

Pertama, ia mendatangi ketua ranting SMA Muhammadiyah 3 YK, yang tidak pernah nongol belakangan, untuk berkomunikasi terbuka. Saya sempat mangkel sebab susah dan absennya SMA Muga dalam berbagai kegiatan. Dan setelah dikorek informasi, ternyata terdapat susahnya koordinasi IPM dengan sekolah, tombok ngevent sampai puluhan juta, misskom dalam internal, sampai masalah keluarga si ketua. Poinya adalah komunikasi. Selama ini, saya hanya menghujat menyesalkan, tanpa sedikitpun langkah mempertanyakan.

Kedua, melakukan konsolidasi dengan distro IPM, salah satu lembaga asuhan PD IPM Kota Yogyakarta, perihal kemajuan dan kekurangan. Distro IPM dengan segala perintisanya yang tidak gampang beberapa periode lalu, dapat menghasilkan omset 5-8 juta pertahun. Setelah dikonsolidasikan, bahkan omset dapat ditekan hingga 10-12 juta pertahun. Rencananya, akan mengajukan bantuan ke kemenkop. Bila berhasil, 10 Juta akan cair sebagai modal luarbiasa.  Bentuk controlling luar biasa, untuk orang dengan usia sebeliau beliau.

Ketiga, mendatangi aksi galang dana yang diinisiasi oleh organisasi atau komunitas lain, yakni FKPO dan Stucash, perihal palestina berduka. Selama ini terkesan IPM daerah bergerak sendiri (atau memang saya yang tidak pernah melihat periode sebelumnya) dengan berbagai aksinya. Dan sebagaimana ia laporkan dalam grup, kegiatan serupa demikian harus diberi support besar, demi menjalin kerjasama yang baik untuk mengabdi ke masyarakat dan sekitar.

Keempat, (lagi-lagi) konsolidasi atau mungkin komunikasi 2 arah dengan salah satu ketua ranting yang dituduh dan dijauhi teman-temannya sebab dianggap melapor suatu kasus tertentu ke pihak sekolah. Ini membuat mentalnya jatuh sampai menitikkan air mata kepedihan. Sementara kita, selaku sahabat ranting, belum sedalam itu mengenal dan mendekati apa yang seharusnya menjadi tanggungjawab. Sebuah pukulan telak, yang dalam dan menyakitkan.

Keempat hal diatas, dilaporkannya di grup PD IPM, seolah-olah ia bukan seorang atasan yang melulu minta laporan, melainkan seorang rekan yang sama-sama berjuang, bahkan menunjukkan perjuanganya yang jauh lebih nggetih. Dari segi psikologis, bentuk ‘laporan yang dilakukan Nabhan, tidak saja menunjukkan sebuah teladan, namun inspirasi bagi pimpinan lainya untuk terus berjuang tanpa lelah menebar manfaat bagi sekitar kita.

Bahkan, sampai pada batas-batas tertentu, yang dilakukanya ibarat tendangan ikan terbang menjulang ke angkasa (serius) atau biasa di sebut ‘lurus’ di ipsi, yang telak bersarang ke ulu hati kami, atau saya lebih pastinya, yang menjalani satu hari tanpa berpindah tempat menebar kebermanfaatan. Padahal sudah seharusnya untuk bergerak dan menggerakkan. Allahu. Terimakasih pak ketuaku hehe. Anda luar biasa, MasyaAllah.

Saya terpukul. Namun saya bersyukur masih diberi rasa demikian bila mengalami hal demikian. Saya geram. Namun saya bersyukur sebab saya punya hidup masih disinggungkan dengan orang-orang hebat yang memantik sekaligus melecut untuk turut hebat. Saya gelisah. Namun saya bersyukur atas gelisah ini, mendorong untuk segera melakukan sesuatu menuntaskan. Bahkan, Pak Amien Rais selalu mendamba dan mencari kegelisahan. Sebab hidup tenang, baginya, justru bukan sebuah ketenangan.

Saya malu, sebab punya masa muda hanya begini-begini saja. Sementara menjadi orang besar selalu menjadi nyanyian yang manis dimulut pahit di tindakan. Kalau berkaca dengan orang-orang besar yang melakukan hal-hal yang tidak dilakukan orang lain di masa mudanya, keesimpulanya, masa muda saya belum cukup gila. Otewe, bismillah.
      
Pada akhirnya, sebab jadwal berangkat saya mungkin, paling cepat, diawal september esok, maka terhamparlah Agustus penuh dengan tanda tanya didalamnya. “Selo : nikmat atau laknat?” Dan tentu, tidak ada yang dapat menjawab kecuali diri saya sendiri. ‘Ala Allah tawakkaltu.



Klaten, 3 Agustus 2017 

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer