Sedikit Tidur

Saya merasa berdosa pada diri sendiri juga pada orang lain atas kemandegan menulis selama berhari-hari. Komitmen senantiasa produktif membaca dan menulis terkikis oleh keadaan dan kondisi, walaupun sebenarnya malas lah faktor utama dibalik itu semua. Saya tidak minat mencari lebih banyak alibi, tiba masa untuk memberi bukti.

Sepagi tadi, setelah rasa berdosa sebab terlelap ba’da subuh di masjid dekat rumah, coba saya obati dengan beberapa halaman ayat Al-Qur’an. Mengiringi keburukan dengan kebaikan supaya dihapuskanya keburukan tersebut, begitu kami diajari. Dirasa cukup, saya tuntunkan kaki melangkah kembali ke rumah.

Fajar diufuk belum begitu meninggi, cahayanya masih hangat menyapa beberapa makhluk khususnya dibelahan timur. Saya tiba di ruang kamar masih belum dengan kepastian. Boleh jadi tidur, menonton televisi, atau sekedar menghidupkan data cek notifikasi. Dan buku kecil yang tergeletak dikasur, membatalkan semua kemungkinan tersebut. Jadilah pagi saya mesra dengan buku, kebiasaan lama yang telah saya tinggalkan hampir 2 minggu lebih.

Buku hitam kecil karya Mas Azaki Khoiruddin tersebut berjudul “Teologi al-‘Ashr”, yang merupakan hadiah juara administrasi (kalau tidak salah) dari PD IPM Kota Yogyakarta untuk IPM Muallimin periode kami dulu. Kalau bukan karena tanggungan fasilitator TM 2 Muallimin-Muallimat pertengahan juli besok, rasanya ketertarikan saya hanya akan berhenti pada keinginan, tidak lantaran tugas atau kewajiban yang mesti segera ditunaikan.

Saya sempat khatam di akhir kelas 2 Aliyah sebenarnya, dengan wawasan yang ada saat itu. Maka goal saya sederhana, terapi inspirasi dan informasi. Selain menyibak tabir yang dahulu masih buntu, membaca ulang dapat menguatkan kembali wawasan yang sempat kita pelihara.

Jika ditanya, sudah goal? InsyaAllah sudah, walaupun belum maksimal dan akan selalu kurang maksimal. Stidaknya satu obat saya dapati, untuk menyembuhkan saya punya himmah demi kembali hidup produktif dan penuh kegairahan.

Adalah ketika sampai halaman 17. Bergetar saya punya hati. Seketika sebuah ujung sendok garpu makan berasa menggores-nggesrek hati.  Mas Azzaki dalam bukunya mengutip tulisan Djarnawi hadikusumo dalam “Matahari-matahari Muhammadiyah” tentang sosok Ahmad Dahlan,

”........ Dari gelembung dibawah kedua matanya dapat ditandai bahwa dia kurang tidur malam, asyik membaca atau berpikir serta berdzikir kepada Allah. Dalam hal berpakaian ia sangat sederhana namun bersih..... “

Saya menelan ludah. Selalu demikian ya. Orang-orang hebat waktu tidurnya sedikit. Kantung mata yang hinggap menjadi bukti. Ketika sebagian banyak orang memilih istirahat, orang-orang besar menyibukkan diri dengan membaca, menulis, atau memikirkan hal-hal umat  yang menuntut pemecahan.

Saya terhentak dan malu pada diri sendiri. Banyak waktu malam habis dengan terlelap panjang atau mungkin dengan hal-hal yang tiada bermanfaat serta jauh sekali dari produktif. Sementara dalam hati selalu muncul teriakan-teriakan untuk meneruskan perjuangan orang-orang besar ; turut andil berkiprah mengembangkan dan memajukan bangsa serta negara.

Sebenarnya sudah lama saya sampai pada kesimpulan, orang besar tidurnya sedikit. Malamnya selalu produktif, dan bacaanya pasti kuat. Hal Ini saya dapatkan setelah beberapa kali berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan tokoh-tokoh inspiratif.

Masih sangat terngiang bagi saya, dalam sebuah kesempatan kegiatan Baitul Arqom 3 tahun silam, saya mendapat wejangan dari Mas Bahtiar DK setelah ngotot masuk ruang transit untuk sekedar menuntaskan pertanyaan. Kurang lebih beliau berkata,
“Banyak-banyak baca pokoknya. Saya dalam satu hari mengharuskan diri untuk membaca minimal satu jam atau 50 halaman. HP, laptop, televisi, saya jauhkan, supaya benar-benar fokus. Kalau siang atau sore penuh, ya pakai waktu malam. “

Lalu pesan Buya Syafi’i tatkala berkunjung ke asrama kala itu, senantiasa terbayang di kepala saya. “Gunakan waktu tidur malammu untuk membaca!”. Tercengang saya seketika. Dalam benak saya, mata yang digunakannya untuk memandang kami kala itu, pastilah sudah bersaudara dengan ribuan halaman dan waktu malam.

Esok harinya saya praktik. Belum menyentuh 20 halaman, saya teklak-tekluk. Dan baru 10 menit setelah pukul 11 malam, saya kandas hehe. Abot mas.

Sementara interaksi tidak langsung saya panen melalui buku-buku, film, maupun penuturan orang lain. Dipa Nusantara Aidit (ketua CC PKI saat itu) memiliki kebiasaan menarik. Setelah habis menerima tamu, sekitar pukul 11 malam sampai pagi ia hanyut dalam membaca atau menulis di ruang pribadinya. Rudi habibi juga hanya memerlukan 3 jam untuk tidur semalam, selebihnya membaca.

Ilmuwan islam dahulu jauh lebih ekstrim, Ulama mesir syaikh mutawwali sya’rowi beriktikaf selama 9 tahun di perpustakaan. Ya, 9 tahun. Ia tidak akan keluar melainkan untuk solat berjamaah atau sekedar mengganjal perut. Ulama lain bahkan menggunakan wudhu isya’nya untuk menunaikan solat subuh.

Lalu, yang membuat saya menitikkan air mata ialah ketika melihat video Ustadz Bahtiar Natsir saat diwawancara. Kala itu suasana panas menyelimuti perpolitikan nasional, terkait kasus penistaan agama.  Dan sangat jelas sekali bahkan sampai radius 7 meter—saya yakin siapapun dapat melihanya—bahwa dibawah kedua mata ketua umum GNPF tersebut, 2 kantung gelundung besar menempel. Raut wajahnya lelah namun bercahaya. Sesekali batuk keluar. Rasanya tidak perlu ditanya mengapa, sebab apalagi kalau bukan demi umat. Malamnya habis dalam munajat serta perbincangan perihal jalan keluar terbaik bagi umat dan bangsa.

Rasanya jauh panggang dari api manakala saya hendak mengamini teriakan-teriakan hati kecil saya sementara malam berlalu tanpa satupun sebab-sebab yang menjadikannya terkabul.

Namun tidak apa, setidaknya tulisan ini menjadi obat sekaligus self reminder  agar lebih menghargai setiap detik yang berlalu di waktu malam, sehingga tidak lewat begitu saja.

Dan kepada pembaca budiman, dunia terlalu luas untuk tidak kita ketahui. Waktu-waktu malam yang tidak tau bagi kita tersisa berapa dalam hidup, bersama mari kita jadikan lebih produktif. Ya walaupun dimulai dengan hal sederhana seperti menyempatkan 10-20 halaman sebelum terlelap, misalnya.

Sudahkah hari ini produktif?

Klaten,  29 Juni 2017 – 6 Syawwal 1438 H
Salam hangat,
Hidanul Achwan

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer