#JurnalRamadhan9 : H+2 SBMPTN 2017!

H+2 SBMPTN 2017!

Tulisan ini murni saya persembahkan untuk teman-teman pejuang SBMPTN 2017, yang sempat memiliki asa namun belum sampai pada harapan. Setidaknya yang sedikit ini dapat melepas saya punya gelisah  dan memberi manfaat kepada siapapun yang merasa menuai kebermanfaatan daripadanya. Selamat membaca!
*** 

Pukul 23.15 WIB malam kemaren(13/6) , sepulang dari tadarusan di masjid, sedikitnya 4 orang teman berkeluh kesah pada saya. Tidak tenang, kecewa, dimarahi orang tua, nangis, dan segala perasaan satu kelamin lainya yang bertitik tolak pada akar yang sama : SBMPTN tidak sesuai harapan.

Sebagai seorang teman, saya harus pandai memposisikan diri. Menanggapi curahan hati seseorang yang sedang dalam kondisi terpuruknya tidak bisa serampangan. Tidak boleh ambil cuek, jangan dibawa bercanda, mencoba tertarik mendalami persoalan, dan bahkan harus sedikit menggurui namun tetap dalam pendekatan teman. Dengan segala keterbatasan, sedikit banyak teman-teman menumpahkan gelisahnya pada saya. Dan sungguh, baru benar malam ini saya harus sampai netes, mendengar kegusaran hati mereka. Saya merasa ada, dianggap, dan dipercaya.

Sampai pada tingkat dipercaya saya bergetar. Sungguh bahagia sekaligus berbunga hati kita mendapat kepercayaan orang lain. Diwaktu yang sama, ada tuntutan-tuntutan untuk pemenuhan kepercayaan yang jelas tidak ringan dan bisa sembarangan. Mereka menganggap kita ‘ada apanya’, maka pantang bagi kita memberi apa adanya.

Ada yang membuat munajat dzuhur saya kemaren basah. 3 jam sebelum pengumuman seseorang chat dan minta tolong hasil pengumumanya dibukakan. Ia tidak ingin mendengar dan mengetahui kecuali dari saya dan setelah waktu ashar. Saya terharu mengingat ikhtiar dunia dan langitnya sama berat. Pulang sekolah diaboti belajar, mencoba selalu terjaga disepertiga malam, bahkan teman seperjuangan ‘nasi sisa’ demi lenyapnya kelaparan orang pinggiran.

Ia berharap benar kuliah di Jawa kendatipun beda kongsi sedikit dengan orangtua. Jika tidak PTN, ridho ayah ibu kembali ke kampung halaman. Ini membuatnya sukar berjuang sepenuh hati. Padahal, rencana untuk mengabdi pada rumah Allah demi terjaganya solat telah disiapkan, andaikata di Jawa. Namun sebagaimana SNM lewat tanpa namanya, PBSB belum rezekinya, hasil SBM pun menyisakan duka baginya. Ia diterima, namun pada kampus dan jurusan yang sejujurnya ia hindari. Kekecewaan ayah terpaksa ia dengar. Terpukul dan remuk ia punya hati. Lebih-lebih, diterimanya di opsi ketiga jalur SBMPTN, menjadikanya gagal mengikuti Seleksi Mandiri di dua PTN Jawa yang telah didaftarnya sebelumnya. Oh Allah, pengumuman penerimaan yang seharusnya membahagiakan justru menyedihkan.

Ada juga yang menangguhkan niat tidur malam saya saat itu. Sebagai orang yang sudah dapat kuliah, tidak sampai hati keluh kesah teman saya tinggal tidur. Ia telah mati-matian berjuang STAN. Waktu Bimbel UN belajar persiapan STAN, pelajaran di kelas buka buku STAN, dst. Sampai habis tenaga ia berjuang, pengumuman STAN tanpa namanya menjadikanya kagol. Ia banting stir SBM, dengan sisa sisa tenaga diliputi perasaan (masih) kagol. Dan ya, pengumuman SBM pun tidak berpihak padanya. Semakin tidak karuan ia punya perasaan. Malam kemaren, ia berkisah perihal kondisi keluarganya. Ibunya kecewa berat. Neneknya tumor otak dan harus keluar banyak biaya. Ia merasa hanya akan menjadi tanggungan keluarga andaikata memilih swasta.

Masih di malam yang sama, ada pula yang cerita kalau hatinya tidak tenang belum dapat negeri. Gelo banget. Tidak bisa tidur, karena ada sesuatu yang mengganjal. Ia minta solusi pada saya. Opsi beberapa SM PTN coba saya tawarkan, namun tidak enakan ia banyak minta uang pendaftaran pada orang-tua. Belum lagi sampai detik ini belum sempat ia dapat membanggakan.

Ada yang sampai nangis pula pasca pengumuman SBM. Sedih sebab belum satupun universitas ia dapati.  Namun, teman  yang satu ini membuat saya terharu. Kesedihan diungkapkanya melalui rasa syukur. “Alhamdulillah Dan, kabar baik. Masih diberi waktu extratime kayak katamu,” kira-kira  demikian. Walaupun kecewa memenuhi setiap sudut relung hatinya, yang ia tampakkan ialah rasa syukur serta pengharapan tiada habis padaNya.

Sungguh mendengar cerita dan sambat teman-teman membuat saya turut tidak enak-an. Syukur saya sampai saat ini tentu tidak habis atas mimpi universitas yang dikabulkan. Saya boleh bahagia telah aman mendapat kuliah, namun tidak sampai hati tetap merasa tenang sementara teman-teman dekat saya gelisah perihal perkuliahan. Apalagi, curahan-curahan sebagaimana diatas ialah nyata didepan mata sekaligus menyindir saraf kebahagiaan saya diatas kesedihan orang lain.

Lalu saya hanya merasa payah dan opo banget andaikata sok menasehati atau sok memberi jalan keluar yang sesungguhnya ia sendiri tau. Ya, tidak ada yang dapat saya persembahkan melainkan doa. Namun, sebagaimana kita mengerti, bahwa orang dalam kondisi terpuruk sedang dalam jangkauan pandanganya sempit dan gelap. Tugas kitalah, sebagai teman untuk mencoba membuka sudut pandang lain serta pencerahan yang sangat dielu-elukan oleh teman kita, walau didengarpun sesungguhnya mereka sudah lega.

Perihal pengumuman SBMPTN yang oleh sebagian orang melahirkan bahagia namun di sebagian lain menumbuhkan duka, telah berlalu. Bagi yang tidak sesuai harapan, adanya rasa kecewa, menyesal, sedih, bahkan terpukul ialah sebuah ekspresi yang tidak salah dan boleh dimaklumi. Yang harus digaris bawahi ialah bahwa sekeras apapun menangis, sedalam apapun tersentak, maupun seberlarut apapun kecewa, semua tidak akan merubah kenyataan yang ada. Sudah lewat masa. Biarlah itu menjadi kisah hari kemaren yang dengan dada lapang kita terima, sebagai pelajaran demi menatap hari esok.

Bagi yang berharap PTN dan sampai detik ini belum sampai, perjalanan masih belum berakhir. Jangan dibutakan oleh satu jalur SBMPTN semata, yang ketika gagal habis semangat kita punya. Waktu masih berlapang hati menghamparkan kesempatan menuju pengumuman Ujian Mandiri atau Seleksi Mandiri berbagai PTN lainya. Ikhlas dan optimisme ialah diantara bekal  untuk menjemput mimpi melalui jalur yang lainya. Bukan putus asa, tidak terima, apalagi kecewa.

Jika sudah berdoa, beribadah, dan berserah diri padaNya, namun yang diimpikan masih belum sampai, jangan lelah berharap. So calm down, kita tidak berharap pada tempat yang salah. Allah maha baik dan tidak akan mengingkari janjinya, sejauh kita yakin dan percaya. Belajarlah pada Nabi Zakariya, yang menengadah mengaduh belum pernah kecewa dalam berdoa kepadaNya (QS 19 : 4). Jangan menyerah pada perjalanan doa yang panjang dan penuh keajaiban.

Bagi sebagian pihak yang sempat kecewa dan kini menunggu hasil Ujian Tulis kampus impian UGM, ujian telah lewat. Percuma lagi merubah usaha yang telah lalu. Pada kita hanyalah tinggal pasrah, atau berdoa untuk tidak menyerah. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Doa merubah apa yang tidak logis menjadi rasional, atas kuasa Allah. Ya, sejauh kita yakin dan percaya.

Ibarat mengisi botol dengan air, jangan sampai solat yang tidak tepat waktu atau maksiat-maksiat kecil lainya, menjadi lubang bagi botol yang telah susah payah kita isi dengan doa, ibadah, maupun sunnah, sehingga air yang hampir penuh menyusutlah jadinya sebab perbuatan sendiri.

Sebab perjalan doa yang panjang, keajaiban dan kuasa Allah ada pada hamba yang ikhlas menerima dan istiqomah berharap. Sejauh kita yakin dan percaya.

At least, andaikata apa yang kita khawatirkan benar-benar terjadi, yakni sererentetan jalur menuju PTN tidak ada yang sampai, belajarlah bersikap bijak. Tanyakan pada diri kita. Adakah belajar kita sebab eksistensi atau untuk mendekat pada Ilahi? Bilamana hanya demi sebuah gengsi, sampai hatikah puluhan juta hasil keringat orangtua kita hianati?

Swasta tidak seburuk yang kita kira, sebagaimana Negeri tidak sebagus yang kita bayangkan. Akan ada banyak blessing in disguise kita jumpai. Ini hanya soal menyadari dan menerima. Percayalah!



Klaten,
20 Ramadhan 2017

Salam,
Hidanul Achwan
  





Komentar

VIEWERS

Postingan Populer