#JurnalRamadhan7 : Sejenak Meninggalkan Rutinitas


Memilih membersamai hadirnya bulan Ramadhan di kampung halaman, mengingat besarnya kewajiban seorang yang telah terdidik untuk mendidik, tentu sebuah keputusan  mulia yang tidak ringan. Aktif bermasyarakat, mengajar TPA, mengisi ceramah, ialah diantara hal yang mungkin biasa diminta masyarakat pada kita. Tanpa tulus ikhlas dan komitmen yang tinggi, dapat memadamkan api semangat kita yang sempat membara di paruh awal. Tidak terkecuali padaku, yang mulai dihinggapi jenuh, gerah, dan malas menginjak pertengahan romadhon. Huh

Mengamati sejauh ini, kok rutinitasnya gini-gini aja. Statis.

Kalau tidak tidur, ya nonton tv, laptopan, atau apalah.

Sesekali baca buku, tapi gabisa seserius menghargai waktu ketika padat.

Sholatnya di masjid itu terus, imamnya gak ganti-ganti pula.

Jenuh takjil di tempat itu terus, orang-orangnya selalu sama pula.

Malas mengajar TPA, kadang susah diatur, sesekali menjengkelkan, bosan.

Dan berbagai sambat satu jenis kelamin lainya.

Semua rasa-rasa tersebut, walau boleh diwajari terjadi, baiknya segera dicari pelampiasanya. Bermain game, dolan, nulis, diskusi, nonton film atau apalah. Terserah deh, apapun yang dirasa dapat membuat segar kembali. Sebab, jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan penyakit ‘luntang-luntung’ dan hidup yang tidak produktif serta unfaedah. ugh

Sudah coba dilampiaskan, tapi tetap percuma. Ndak ngefek, tak kunjung melayang jenuh dan ngelangutnya.

Jujur, aku demikian belakangan. Mencoba mencari pelampiasan melalui hiburan film, games, atau mungkin mencoba produktif dengan membaca, menulis, diskusi. Dan entah pasal apa, usaha yang ada hanyalah seperti memecah air dengan batu : percuma dan sementara saja.

Merasa dididik di Mu’allimin dengan segenap kebebasanya membentukku buat senang dengan kedinamisan. Anti saklek gitu. Daripada menghujat kebebasan, lebih baik memanfaatkanya, sebagaimana lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan, begitu prinsipku dulu. Sehigga ketika sesuatu yang berbau ‘statis’ atau ‘saklek’ datang, buru-buru saraf berontak seperti meminta untuk dinyalakan. Setelah mode on, jadilah diriku pemberontak saklek muehehe.

3 hari 2 malam menuju babak pertengahan Ramadhan, kuhabiskan masa yang ada di salah satu kota kenangan, Yogyakarta. Disamping suatu kewajiban yang harus ditunaikan, itung-itung sekaligus menjelajah mencari suasan baru. Dan, oh Allah, walau hanya sepersekian perjumpaan dengan teman, hati berasa makin bernutrisi. Kudapati Fatur yang meniti jalan Hijrah (eaa), Abyan sibuk ngikkmmam, Otong sedang ‘puasa’, Ifun sedikit berkurang celeng, Simbah rasido kerjo, Axl, Simel, Hammam, Pakdhe, etc. It’s so meaningfullll. Aku tidak bisa bermukadua untuk rindu pada kamar yang ramai dengan perbincangan, gelak tawa. Allahu.

Agenda Ahad sore bukber kader PII se-Jogja Besar. Hampir saja kubatalkan setelah mengetahui dimulai acara pukul 13.00 sementara jam 16.50 aku masih belum mandi. “Teko gor njaluk buko, ” muncul pikiran-pikiran menjaga hargadiri. Malu, segan, etc. Tiba-tiba saja terngiang wejangan salah satu teman, “Ah, hanya perasaanku saja. “. Oke, jadilah saya meluncur. Menerabas malu, waton kendel, srawung. Dan, oh Allah, kudipertemukan dengan teman-teman Batra Moyudan. Rama (ketua PK), Reqyan (sudah ber IPM), Hafidh, bahkan teman satu lokal seperti Eka, Yunita, termasuk our magnificient instructure, Yu Arin. Setelah renggang sebab jarak, pertemuan merekatkan kembali kami. Allahu.

Tidak cukup disitu, aku diperjumpakan dengan M. Anwar Djaelani, penulis buku “50 Pendakwah Pengubah Sejarah” dan seorang kolomis yang namanya sering kudapati mentereng dalam rubrik ‘opini’ koran Jawa Pos. Siapa sangka, sembari menanti buka puasa, beliau berbagi tips dan trik menulis opini yang baik. Oh, Allah, semakin tidak ada alasan untuk tidak bahagia. Allahu.

Dan banyak hal lain lagi sebenarnya, yang benar-benar berhasil memberantas titik jenuh. Untuk sekedar menyebutnya, Tarawih Jogokaryan oleh imam yg karena bacaanya menjadi netes para jamaah, nongkrong malam bareng di warmindo, mbajak hp, berkunjung ke perpus madrasah, etc. Allahu. Allah maha baik.
     
Kadang kala kita memang perlu, untuk mengambil sedikit jeda dan keluar dari rutinitas. Walaupun untuk sekedar menghirup nafas dan menyadari dunia luas. Coba saja, sekali waktu pergi membersamai ramadhan di tempat lain, menjelajah seorang diri yang membaur dengan yang lain, tanpa harus meninggalkan beban dan menanggalkan tanggung jawab. Agar dapat lebih insyaf, banyak syukur yang acapkali abai terhadap berkah, dan sabar yang seringkali lalai atas musibah.


Klaten, 12 Ramadhan 1438 H
Salam,
Hidanul A


  

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer