#JurnalRamadhan5 : Sajak Kematian
Ini Tentang Apa yang terjadi 4 hari yang lalu, tertanggal 5 Ramadhan 1438 H.
Desa Karanganom pagi ini berkabung. Wanita paruh baya telah
diistirahatkan dari kiprahnya selama di dunia pada bulan Ramadhan. Sesosok pendidik
tangguh yang mengajarkan saya bagaimana ‘b’ ‘u’ ‘d’ ‘i’ diejakan serta dilafalkan,
13-14 tahun silam. Bu Guru Hj Suriah, namanya. Sempat sehat 2 mingu yang lalu,
pemanggilanya menyentak pilu sanak keluarga yang ditinggal, walau secara usia
terletak pada batas wajar. Tokh, kematian tidak mengenal usia.
Hidup di kota budaya Yogyakarta, nyatanya tidak banyak
terbawa pulang tersimpan kantong aneka budayanya. Kenyamananya membuat saya
alfa untuk menyadari. Seperti pada kebanyakan hal, sesal ada setelah yang ada
tiada. Kalau di kota pelajar saya (hanya) boleh menyolatkan, pagi tadi, saya
belajar menyaksikan, membersihkan, serta mempersiapkan sampai boleh benar,
siapapun untuk menyolatkan.
Satu kejadian membuat saya pilu, sebagaimana dimanapun kerap
terjadi, seseorang yang ditinggal berteriak hilang kendali. Meraung-raung
pertanda tidak percaya akan ketentuan yang terjadi, dimana bertambah keras pada
setiap usaha menenangkan. Sebagai orang luar, kita tidak akan pernah mengerti
melainkan hanyalah sebuah prediksi : Sekeras apapun ia meronta, disadarinya
yang pergi tidak mungkin bangun kembali.
Apalah saya sebagai pendatang yang seharusnya dulu-dulu
datang. Tidak banyak tangan saya membantu melainkan pada hal-hal kecil. Walau
begitu, saya belajar meski tidak pada semua hal. Ketika tenaga sudah tidak lagi
dibutuhkan, setidaknya pikiran boleh difungsikan, pena masih dapat digoreskan.
Kita tidak tau dan tidak akan pernah tau,
Bila sudah habis, semua yang milik tinggal-lah pernah.
Tidak ada yang kekal pada cinta, kasih, dan sayang melainkan pada Tuhan.
Sebab, bilamana dapat memiliki kalau sejatinya dirikami pun bukan milik kami?
Bila sudah habis, semua yang milik tinggal-lah pernah.
Tidak ada yang kekal pada cinta, kasih, dan sayang melainkan pada Tuhan.
Sebab, bilamana dapat memiliki kalau sejatinya dirikami pun bukan milik kami?
Kita tidak tau dan tidak akan pernah tau,
Bila sudah waktunya, sejauh kita melangkah semua tinggal-lah pernah.
Tidak ada yang kekal pada perjalanan, karir, dan perjuangan melainkan diabadikan
pada pena yang dituliskan
Sebab, bilamana mungkin perkataan bertahan bila hayat sudah tak dikandung badan?
Kita tidak tau dan tidak akan pernah tau,
Bila sudah dicukupkan, hidup di dunia tinggal-lah pernah.
Tidak ada yang kekal pada nadi, nafas, dan urat melainkan akhirat.
Guru, selamat menikmati kematian yang bukan akhir—awal kehidupan
yang lebih hidup.
Bila sudah waktunya, sejauh kita melangkah semua tinggal-lah pernah.
Tidak ada yang kekal pada perjalanan, karir, dan perjuangan melainkan diabadikan
pada pena yang dituliskan
Sebab, bilamana mungkin perkataan bertahan bila hayat sudah tak dikandung badan?
Kita tidak tau dan tidak akan pernah tau,
Bila sudah dicukupkan, hidup di dunia tinggal-lah pernah.
Tidak ada yang kekal pada nadi, nafas, dan urat melainkan akhirat.
Guru, selamat menikmati kematian yang bukan akhir—awal kehidupan
yang lebih hidup.
Komentar
Posting Komentar