Balada Beasiswa Bezet (3): Hikmah Tersembunyi
Hikmah Tersembunyi
Sekali lagi, harus diakui bahwa kenyataan ini sungguh pahit. Kalau teringat kembali, kadang muncul penyesalan kenapa tidak mengurus paspor dari dulu, sekalipun masalahnya cukup complicated dan bukan hanya disitu.
Beruntungnya, perasaan kecewa dan sedih yang sempat sering menghampiri beberapa waktu lalu memaksa saya untuk terus merenung dan bermuhasabah. Maka terbentuklah beberapa poin dibawah ini sebagai hasil perenungan saya :
1. Sebagaimana kesempatan emas tidak datang dua kali, ketika ia berlalu, maka saya telah kehilangannya. Tentang kehilangan, saya sempat menulis bahwa di dunia ini kita tidak benar-benar memiliki sesuatu secara haqiqi, lantas mengapa harus merasa kehilangan?
Oleh instruktur pelatihan saya dulu, Yu Arina, ditambahkan, "Bagiku manusia terkadang harus ditegur dengan rasa kehilangan, agar ia tahu bahwa manusia hakikatnya milik Tuhan."
2. Materi (baca:uang) bukanlah segalanya. Bukan juga tujuan. Ia hanya fadlah atau sebuah tambahan, dimana jika ia tidak ada pun, tidak akan merusak tatanan 'umdah atau dasar.
Dalam hal ini, beasiswa Bezet yang berbentuk uang dalam jumlah besar memang sangat menggiurkan. Ia bisa menunjang proses belajar kita, bisa untuk memborong kitab, dan kebutuhan lainnya. Namun bila toh tidak dapat, 'umdah nya tidak boleh bergeser. Dapat tidak dapat, belajarnya harus tetap serius. Tetep kenceng. Belajar itu untuk ilmu, bukan untuk dapat uang. Jangan sampai salah orientasi, ya.
3. Kita mendapat Mumtaz atau Jayyid Jiddan, beasiswa atau tidak, bukan itu hal yang terpenting. Yang jauh lebih penting, apakah kita masih mengulang ilmu-ilmu yang kita pelajari atau terlupakan begitu saja? Taqdir nilai Mumtaz atau Jayyid Jiddan itu fana. Yang abadi ialah ilmu.
Saya pasti juga akan sangat bersyukur jika mendapatkan beasiswa. Namun jika belum berkesempatan, tidak mesti harus menyesal, selama kebiasaan belajar serius tetap dijaga.
Toh, diterima beasiswa atau tidak juga tidak menjamin seseorang di tingkat selanjutnya lebih giat dan serius kan? Bahkan, terkadang boleh jadi yang dapat telah merasa puas sehingga barangkali sedikit santai. Sementara yang belum, justru mendapat motivasi tambahan untuk lebih serius lagi. Iya kan? Masih ada tahun depan, juga penyedia beasiswa lainnya kan ya :)
'Ala kulli hal, tulisan ini sebetulnya saya tujukan secara khusus untuk diri saya sendiri. Poin positif sederhana yang dapat diambil: kesedihan, kekecewaan dan kegagalan (jika ada yang menganggap ini sebagai sebuah kegagalan) ketika dikelola dengan baik, akan melahirkan energi produktifitas yang luar biasa. Terkadang, kita butuh jatuh untuk bangkit!
Hay al-Asyir,
16 September 2019.
Sekali lagi, harus diakui bahwa kenyataan ini sungguh pahit. Kalau teringat kembali, kadang muncul penyesalan kenapa tidak mengurus paspor dari dulu, sekalipun masalahnya cukup complicated dan bukan hanya disitu.
Beruntungnya, perasaan kecewa dan sedih yang sempat sering menghampiri beberapa waktu lalu memaksa saya untuk terus merenung dan bermuhasabah. Maka terbentuklah beberapa poin dibawah ini sebagai hasil perenungan saya :
1. Sebagaimana kesempatan emas tidak datang dua kali, ketika ia berlalu, maka saya telah kehilangannya. Tentang kehilangan, saya sempat menulis bahwa di dunia ini kita tidak benar-benar memiliki sesuatu secara haqiqi, lantas mengapa harus merasa kehilangan?
Oleh instruktur pelatihan saya dulu, Yu Arina, ditambahkan, "Bagiku manusia terkadang harus ditegur dengan rasa kehilangan, agar ia tahu bahwa manusia hakikatnya milik Tuhan."
2. Materi (baca:uang) bukanlah segalanya. Bukan juga tujuan. Ia hanya fadlah atau sebuah tambahan, dimana jika ia tidak ada pun, tidak akan merusak tatanan 'umdah atau dasar.
Dalam hal ini, beasiswa Bezet yang berbentuk uang dalam jumlah besar memang sangat menggiurkan. Ia bisa menunjang proses belajar kita, bisa untuk memborong kitab, dan kebutuhan lainnya. Namun bila toh tidak dapat, 'umdah nya tidak boleh bergeser. Dapat tidak dapat, belajarnya harus tetap serius. Tetep kenceng. Belajar itu untuk ilmu, bukan untuk dapat uang. Jangan sampai salah orientasi, ya.
3. Kita mendapat Mumtaz atau Jayyid Jiddan, beasiswa atau tidak, bukan itu hal yang terpenting. Yang jauh lebih penting, apakah kita masih mengulang ilmu-ilmu yang kita pelajari atau terlupakan begitu saja? Taqdir nilai Mumtaz atau Jayyid Jiddan itu fana. Yang abadi ialah ilmu.
Saya pasti juga akan sangat bersyukur jika mendapatkan beasiswa. Namun jika belum berkesempatan, tidak mesti harus menyesal, selama kebiasaan belajar serius tetap dijaga.
Toh, diterima beasiswa atau tidak juga tidak menjamin seseorang di tingkat selanjutnya lebih giat dan serius kan? Bahkan, terkadang boleh jadi yang dapat telah merasa puas sehingga barangkali sedikit santai. Sementara yang belum, justru mendapat motivasi tambahan untuk lebih serius lagi. Iya kan? Masih ada tahun depan, juga penyedia beasiswa lainnya kan ya :)
'Ala kulli hal, tulisan ini sebetulnya saya tujukan secara khusus untuk diri saya sendiri. Poin positif sederhana yang dapat diambil: kesedihan, kekecewaan dan kegagalan (jika ada yang menganggap ini sebagai sebuah kegagalan) ketika dikelola dengan baik, akan melahirkan energi produktifitas yang luar biasa. Terkadang, kita butuh jatuh untuk bangkit!
Hay al-Asyir,
16 September 2019.
If you're attempting to burn fat then you certainly need to jump on this totally brand new custom keto meal plan diet.
BalasHapusTo create this keto diet, certified nutritionists, fitness trainers, and top chefs have united to develop keto meal plans that are useful, decent, cost-efficient, and enjoyable.
Since their grand opening in early 2019, 1000's of individuals have already completely transformed their body and health with the benefits a good keto meal plan diet can give.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover eight scientifically-confirmed ones provided by the keto meal plan diet.