Mengetahui tentang 'mengetahui'
Aku selalu jatuh cinta dengan waktu subuh. Berjalan dengan mempunyai wudhu menuju masjid selalu mengesankan. Lengang dari gegap gempita namun syahdu. Belaian dinginya mengusap wajah yang terbasuh bekas air wudhu. Mengantarkan kesegaran serta kesejukan.
Perjalanan subuh memberikan perenungan mendalam. Seberapa siap seorang hamba memulai harinya. Bersama keasadaran akan pentingnya menghadirkan Tuhan, ataukah terlelap terlena dalam kenaifan mata terpejam melalaikan Tuhan.
Pagi kali ini lebih istimewa. Aku melewatinya di rumah tercinta di kabupaten tercinta, Klaten.
Seperti biasa, di temani teh hangat buatan malaikat tak bersayap yang hangatnya merasuk menenangkan sukma. Buku "Pengantar Filsafat" karya Louis O Kattsof telah berada di pangkuanku. Bersiap menyelami dunia filsafat dengan segala kerumitanya, namun tak lelah memancarkan estetikanya. Aku membaca, merenung, dan terpejam wkwkw berat dicerna memang hwehehe.
Aku membaca sebagai seorang yang sangat awam.
Pada sebuah bagian aku menemukan hal menarik, tepat pada halaman 122 di pojok kiri atas. Suatu hal yang baru bagiku.
Tentang sebuah aliran filsafat materialisme dialektika -- sebuah sistem kefilsafatan yang dibangun oleh Karl Max dan merupakan landasan teoretis dari masyarakat komunis. Isinya kurang lebih demikian :
"Masalah epistemologi memperoleh jawaban dari materialisme dialektika dengan gaya yang sangat menarik. Maksud pokok 'mengetahui' ialah untuk mengubah objek yang diketahui, dan bukan hanya sekedar mengetahui. Mengetahui suatu objek berarti dipengaruhi olehnya dan memberikan reaksi terhadapnya."
Betapa ini sungguh luar biasa! Definisi 'mengetahui' diungkapkan secara sederhana namun syarat makna.
Kita belum disebut mengetahui sampai kita mengubah objek yang kita ketahui.
Kita belum disebut mengetahui atas banyaknya kemiskinan sehingga kita turun tangan memberikan bantuan kepada korban kemiskinan. Kita belum disebut mengetahui atas adanya sebuah perpecahan sampai kita beraksi mewujudkan persatuan.
Adalah salah besar pula, apabila kita menganggap diri kita mengetahui akan suatu kebobrokan dalam sistem kepemimpinan sementara kita hanya berpangku tangan dan tidak bertindak tegas menegurnya, memperbaikinya, bahkan mengubahnya!
Karenanya 'mengetahui' haruslah memilik sebuah konsekuensi logis : Bertindak.
Maka bila 'mengetahui' kita hanya sebatas tau tanpa mau bertindak, barangkali istilah 'bodoh' tidak berlebihan kita sandang.
Lantas bagaimana dengan orang yang mengetahui akan adanya Tuhan, namun sedikitpun tak ada tindakan untuk makin mengenalinya? Masihkah pantas ia dianggap mengetahui? Ah, entahlah. Mungkin iya. Ia bereaksi. Dan Reaksinya ialah diam. Reaksi seorang yang bodoh!
tambah lagi dan, tambah
BalasHapusSiaapp seniooor wkwk
Hapus