Berontak Bi(l)-adab
Dalam
sebuah pelajaran Aqidah, tepatnya 3 hari yang lalu aku mendapatkan nilai baik.
Alhamdulillah 99 untuk nilai PTS(Penilaian Tengah Semester). Aku Bersyukur
untuk dua hal (secara khusus) : Pertama, atas pencapaian nilaiku. Kedua,
atas keberanian “Berontak” kepada ustadz Zaini Munir atas ke-tidak sesuaian
pendapatku dengan beliau. Yang terakhir ini tentu dilakukan dengan sopan.
Aku dan sebagian besar kawanku, tidak mendapat poin sempurna pada sebuah nomor essai. Kami kurang mensertakan jawaban “pengingkaran atas rububiyahnya” atas sebuah soal “ Mengapa syirik dianggap sebuah kedholiman besar?” Jawaban kami hanya berputar pada argumen sebab pengingkaran terhadap uluhiyahnya saja.
Padahal menurutku, kami lebih benar!
Kalau yang dianggap kedhaliman besar adalah syirik dalam Uluhiyah serta Rububiyah, maka bagaimana dengan sebagian besar orang kafir yang enggan menyembah Allah namun percaya bahwa Allah pencipta dan pengatur Alam? Apakah yang mereka lakukan masih di bawah standar untuk disebut “kedhaliman besar”? Aku hanya tidak ingin terkurung dalam sikap dogmatis, walaupun adab tak boleh dikesampingkan.
Saat masih di forum, aku telah coba menyanggah namun gagal. Sebab aku hanya merasionalisasikan jawabanku saat itu. Barulah ketika di asrama perenungan membuahkan pemikiran sebagaimana argumen di atas. 2 hari setelahnya atau kamis kemaren, bermodal nekat dan berani “berontak” aku menyinggung kembali masalah ini saat berjumpa Ustadz Zaini Munir. Kusampaikan dengan bahasa sehalus mungkin, serta mimik yang tetap bersahabat. Walhasil, mission complete! Argumenku diterima dan nilai essaiku penuh, pun kawanku yang lainya. Ini yang aku suka dari Guru Mu’allimin. Setinggi apapun ilmu mereka, tidak akan gengsi untuk menarik jawabanya, bila memang ada yang lebih benar.
Aku berontak bukan sebab tidak puas dengan nilaiku karena aku bukanlah penganut kognitifisme. Bagiku nilai tiada lah artinya selama tidak diamalkan. Aku hanya berkeyakinan, seharusnya kita kaum pelajar harus pergi menjauh dari sikap dogmatis. Bersikap apriori terhadap sebuah kebenaran. Dalam setiap penjelasan guru, nalar kritis harus selalu kita kembangkan. Bukan duduk manis menerima begitu saja apa yang kita dengar, namun bersiap dengan kuda-kuda terbaik untuk menyanggah apa yang bagi “kebenaran” tidak benar.
Satu yang tidak boleh hilang, sebagai seorang muslim, dalam berontak jangan lupa akan adab! Berontak bil-adab!
Komentar
Posting Komentar