Refleksi Pasca Pameran Buku Internasional Kairo

Ma'ridh atau Cairo International Book Fair ke-50 telah berakhir. Di tahun kedua ini, peningkatan yang seharusnya menjadi keniscayaan, dengan cukup terpaksa, saya katakan hampir tidak ada, melainkan sedikit saja.

Pertama, intensitas. Tahun lalu saya bisa 6 kali berkunjung, dari 14 hari yang disediakan. Lumayan, hampir menyentuh 50%. Sementara tahun ini saya hanya 4 kali dari 12 hari atau sekitar 33% saja. Tanpa hendak berapologis dengan alasan tempat, kesibukan, maupun tanggung jawab, saya akui bahwa ini sebuah penurunan.

Padahal, seperti kata banyak senior, semakin sering berkunjung (meskipun tidak membeli), melihat, dan berinteraksi langsung, semakin dekat kita pada malakah kitab-kitab turats.

Kedua, kuantitas. Sebetulnya parameter kuantitas, pada umumnya, tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas. Bahkan sering tidak dijadikan sebuah tolak ukur utama. Namun menggunakannya sebagai refleksi, saya rasa tidak ada salahnya.

Tahun lalu, saya mampu mengumpulkan 56 kitab dari 32 judul dan sekitar 26 penulis; menghabiskan sekitar 2500 Pond atau kisaran 2 juta. Jumlah yang patut disyukuri namun tidak untuk dibanggakan. Sedangkan tahun ini, saya hanya mampu menghimpun 39 kitab dari 31 judul dan sekitar 18 penulis (tidak termasuk majmu'ah ulama), dengan biaya kurang lebih 1300 Pond atau kisaran 1 juta.

Penurunan kuantitas ini, setidaknya karena dua hal:
a.) Ketidaktahuan di tahun pertama sehingga terkadang asal beli dan comot.
b.) Budget. Untuk alasan kedua, cukup dapat diwajari karena tabungan di awal-awal kedatangan relatif masih tebal. Hehe.

'Ala kulli hal, saya sangat bersyukur untuk kedua kalinya, masih dapat membersamai Ma'ridh, satu diantara ribuan mutiara kenikmatan studi di Negeri para nabi ini.

Disamping adanya penurunan yang tidak dapat saya ingkari, berbagai pengalaman, ilmu, dan pandangan baru yang datang pun tidak dapat saya nafikkan. Berikut beberapa refleksi yang memenuhi pikiran saya, sejak keluar gerbang utama Ma'ridh siang tadi:

1. Tidak terburu-buru. Survey harga kitab di berbagai tempat, sebelum memutuskan satu. Apalagi jika cetakannya berbeda, selain tau perbedaan harga kita mengetahui kualitas kedua cetakan langsung.

2. Jika mampu, usahakan membeli kitab dengan kualitas tahqiq dan cetakan terbaik. Harga yang tinggi ialah sesuatu yang harus kita bayar. Namun kita juga perlu menyadari bahwa kitab yang hendak dibeli akan kita gunakan sebagai referensi karya tulis, sampai tua, bahkan anak-anak kita kelak. Selama mampu, jangan sampai kepalang tanggung.

3. Tahun lalu, fokus utama saya harga. Selama ada cetakan yang lebih murah, eksekusi saja tanpa begitu memperhatikan kualitas dan integritas maktabah. Padahal kitab turats terbentang jauh dengan kita ratusan tahun. Tanpa proses tahqiq yang ketat, adanya kesalahan dalam transkrip naskah sangat mungkin terjadi. Membiarkan kemungkinan kesalahan ada pada koleksi buku kita, agaknya termasuk sikap bermudah-mudahan dalam menjaga keautentikan turats, sekalipun tidak ada yang bersih dari kesalahan.

4. Bukan yang penting sudah punya, namun seperti apa kitab yang kita miliki. Harga mahal tidak lantas menjamin kualitas bagus seperti halnya yang murah tidak selalu buruk. Namun logika bisnis saat ini tidak cukup sulit untuk ditebak, "yang penting bisa untung, usah peduli isinya,"

5. Ada uang atau tidak, bukan alasan untuk tidak mampu membeli kitab. Saya melihat ada orang yang secara ekonomi (mohon maaf) biasa saja namun dapat memborong berjilid-jilid kitab. Pun saya mengamati orang yang ekonomi keluarganya lebih dari cukup, karena sedang tidak ada uang, belum mampu banyak membeli kitab. Kok malah terbalik?

Yang saya amati, sejauh mana orang berkeinginan membeli kitab dan mengusahakannya, seperti itulah yang akan ia dapat. Memang uang tidak dapat dihadirkan secara instan. Ada rumus, proses, keringat, juga rintihan doa yang terus-menerus dipanjatkan.

6. Terakhir, memutuskan untuk menjadi kolektor buku-buku ialah keputusan yang baik. Sebagaimana baik tak selalu benar, untuk mencapai kebenaran, mari kita tidak mencukupkan diri sebagai seorang kolektor, melainkan juga pembaca yang ulung!

Sampai jumpa lagi, di CIBF ke-51 !
Semoga Allah memberi kita kesempatan untuk membersamainya kembali.

Abbas El-Akkad,
6 Februari 2019

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer