BRCH (33) : Sugesti Badmood

Senin, 8 Oktober 2018

Belakangan saya menyadari bahwa mood baik itu tidak datang sendiri. Ia bisa kita hadirkan dengan usaha; dengan pikiran-pikiran positif dan keyakinan mewujudkannya. Berbagai kejadian membuka kesadaran saya akan hal itu, termasuk yang terjadi pagi tadi.

Ketika ba’da Subuh saya sia-sia hanya dengan tidur, padahal seharusnya wajib setor hafalan. Singkat cerita, karena malamnya saya lelah berkeliling mencari percetakan, pagi saya seperti menagih waktu istirahat, meski saya sebetulnya tidak begitu lelah. Saya tidur sampai pukul 07.30 Waktu Kairo. Hampir saya ingin melanjutkan tidur lagi kalau tidak karena teman saya mengingatkan hari ini kuliah jam 9. Otak saya mencerna sejenak, lalu terbang dan entah kenapa mendarat pada sebuah sosok, yang atas dasar apa pula saya tiba-tiba semangat. Padahal jauh, lah? Hehe. Intinya, saya langsung mandi, sarapan, dan berangkat.

Sebetulnya saya telat 10 menit saat itu, namun Alhamdulillah prinsip untuk tidak datang melainkan sebelum duktur (dosen) masuk masih saya jaga. Ruang kelas sudah hampir penuh oleh lebih dari 150 mahasiswa dari berbagai belahan dunia (serius ini ruang kelas harian, bukan seminar temporer).  Sebetulnya nama saya di Fakultas Ushuluddin, namun karena 2-3 hal, saya putuskan tahwil atau pindah fakultas. Sekalipun filsafat dan pemikiran cukup membuat saya tertarik di bangku akhir SMA, kecenderungan hati saya ternyata masih dan terlalu kuat pada persoalan Syari’ah. Satu hal, Al-Azhar tidak mengkotak-kotakkan ilmu!

Saya bersyukur karena di jurusan syariah islamiah banyak mahasiswa pandai dan kritis. Tidak hanya aktif bertanya, mereka juga rajin menghadiri kuliah sekalipun tidak ada absen. Keadaan yang selalu membuat saya merasa bodoh ialah nikmat sekaligus tantangan tersendiri bagi saya. Badmood saya sebab tidur pagi tadi, pelan-pelan terobati.

Ditambah lagi kejadian Abdul Muluk, salah satu teman saya di MAQURAA, yang maju memberanikan diri menjelaskan ulang apa yang disampaikan duktur. Tentu saja ia berhasil dan mendapat banyak tepuk tangan. Karena itu pula, saya cukup terbakar untuk kesekian kalinya. Di setiap tempat dimana saya berpijak dan menjalani proses, saya selalu senang mencari dan menetapkan beberapa orang untuk menjadi rival atau saingan (tentu dalam kebaikan), walaupun tidak pernah saya sampaikan ke orangnya. Abdul Muluk ialah diantara rival yang telah saya tentukan di MAQURAA. Secara hafalan dan keberanian, boleh jadi saat ini ia diatas saya. Namun dengan senang hati saya akan mencoba memacu diri saya untuk mengejar, menyamai, dan melampauinya. Kadang-kadang saya berfikir bahwa ia adalah obat kerinduan saya untuk bersaing dengan Arifi. Haha.

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer