Bunga Rampai Catatan Harian (6)

DUNIA PERGERAKAN

Jum’at, 27 Oktober 2017

Secara perlahan hari-hari saya kian padat. Belakangan beberapa kegiatan mengharuskan saya berada di banyak tempat. Talaqqi, rapat, kepanitiaan. Tanpa disadari saya seolah telah basah tercebur dalam sungai pergerakan yang tidak saya harapkan—walau beberapa saya berkenan.

Dibulan pertama ini, saya telah meletakkan irisan diri saya dalam beberapa organisasi. Marhalah(angkatan), kekeluargaan(perkum), PII, dan PCIM. Yang demikian akan cukup banyak berbenturan dengan tekad tahfidz saya. Dalam sebuah kesempatan, Mas Izzam berkata pada saya bahwa Al-Qur’an itu cemburuan. Tidak suka diduakan, apalagi ditiga-empatkan. Hmm. Sangat memukul saya punya tekad dan keinginan. Tiba-tiba saja muncul keraguan, apakah mungkin diselesaikan di taun pertama? Ah, saya masih belum dapat memastikan. Sambil berjalan menemukan ritme, semoga mimpi tetap sampai pada asa.

Selepas acara FORZA (Forum Azhary Muda) atau ospek afiliatif PCIM, saya berdebat dengan Mas Izzam. Dia WA saya terkait evaluasi dihari pertama. Saya sampaikan kalau semua sudah matang dan rapi terkonsep, namun retak dalam waktu sholat. Lagi-lagi sampai lebih dari satu jam lewat. Saya sampaikan kritik saya dengan sopan sekaligus mengisyaratkan kekecewaan saya. Beliau mengatakan berbeda disini dengan Indonesia. Tempat yang terbatas dan peserta yang banyak dijadikan alasan. Saya balas lagi, tanpa membantah pun tanpa menyetujuinya. Saya katakan semoga suatu saat saya dapat membuktikan bahwa memberi jeda pada waktu sholat tidak akan banyak merusak jalannya acara.


Sabtu, 28 Oktober 2017

Saya menulis pukul 01.55 CLT. Bukan lantaran terbangun dari tidur lalu hendak meluapkan mimpi atau sekedar melampiaskan rindu pada sesuatu, melainkan sebab ketika hendak memutuskan untuk tidur, saya membaca tulisan sahabat saya. Barangkali sesederhana itu alasan saya menangguhkan tidur malam saya. Seperti ada dorongan atau kekuatan tersendiri untuk melanjutkan langkah. Tidak mau kalah. Hehe.

Sebagaimana saya percaya kekuatan kata-kata yang diutarakan; merubah dan membangkit jiwa sebagian banyak orang; saya juga percaya kekuatan kata-kata yang diaksarakan—mata air daripada dahaga pesan-pesan, dan pelipur atas rindu yang tidak tersampaikan.


Ahad, 29 Oktober 2017

Pada akhirnya saya tidak cukup cukup tercebur dalam sungai. Sekarang bahkan saya telah menyelam perlahan kedalam. Sesuatu yang sedari awal saya antisipasi terjadi juga. Hal ini diperkuat dengan terpilihnya saya sebagai ketua marhalah PCIM 2017. Pemilihan dengan sistem formatur dan musyawarah mufakat. Dari 5 calon, terpilih 3 formatur dengan suara terbanyak (Saya, Azki, Azzam). Dalam perundingan, dua kawan tadi sepakat menunjuk saya. Azki berdalih sudah fokus di TS dan Azzam ada kesibukan bekerja.

Sungguh, yang demikian bukan sama sekali tidak terbayangkan. Beberapa kemungkinan sudah saya buka sampai sana, walau sebenarnya saya tidak mengharapkan. Kalau bukan sebab didikan di Mu’allimin tentu saya memilih menolak dicalonkan sedari awal. Kini, saya hanya tersenyum kecut dengan beberapa mimpi yang hanya soal waktu akan terjadi clash.

Disatu sisi ini ialah musibah. Namun alangkah hinanya bilamana dengannya saya tiada dapat mengambil hikmah sebagai sudut pandang lain. Dahulu kerap menghujat keadaan lantaran waktu selo saya, setidaknya kini jangan sampai 5 menit pun berlalu tanpa faedah. Selain itu ada dorongan tersendiri pada saya untuk terus berfikir inovatif. Melahirkan gebrakan-gebrakan yang dapat saya persembahkan untuk teman-teman. Setidaknya saya harus membuka dan meluaskan sudut pandang dalam berfikir. Perlahan, InsyaAllah akan menghampar kegiatan-kegiatan dalam waktu yang berbenturan, yang mendesak untuk memilih dan meninggalkan.

Tentu saja, ini kesibukan yang saya rindukan.




Komentar

VIEWERS

Postingan Populer