Day 2 : Syukuri apa yang Ada
Tak perlu disesali. Tak perlu pikir apa yang tak ada, sebab hanya nak menjauhkanmu daripada label "hamba pandai syukur". Tengok sekitar, betapa lebih banyak hal yang boleh disyukuri dan beri bahagia dalam hati.
Siapa sangka, hadir kami disini bukanlah layaknya muballigh yang dibutuhkan dalam sebuah ekosistem keislaman manusia. Tanpa hadirnya kamipun, sekolah ini masih bisa berjalan dengan baik dan tertata. Tapi, aku tetap tidak boleh tidak bersyukur. Bagaimanapun, ini yang terbaik dari Tuhan untuk kita. Yakini itu
Di hari kedua, belum banyak hal-hal besar baru yang kudapati. Tapi setidaknya, ada hal hal kecil yang tersoroti.
Pagi di Malay cukup berkesan bagiku yang baru pertamakali singgah disini. Kami solat shubuh pukul 5.45 WM yang kalau di indo sudah pasti almost ready buat berangkat sekolah. Maka bisa dipastikan jam setengah 6 pun masih bisa kita gunakan untuk menjalankan sahur. Selepas sholat, dengan dipimpin oleh Miyo (santri tingkat 3 yang hafal 20 juz lebih) kami membaca al ma'surat bersama.
Kemudian aku kembali ke kamar untuk melanjutkan ”rutinitas biasa" sambil menunggu tiba waktu dzuhur, yakni pukul 13.15 WM. 2 jam sebelum dzuhur tiba, kami bertemu dengan Miss Aisha (Wadir bagian Mahallah/asrama) untuk beramah tamah dan perkenalan secara lebih dekat. Dari beliau aku mengerti sekarang, Khalifa Model School ialah sejenis sekolah swasta seperti di indon. Jenjang pendidikan hanya ditempuh 4 tahun saja. Maka ketika 4 tahun telah selesai boleh dimonggokan untuk lanjut perguruan tinggi, ngirit umur getoh. Tidak berhenti disitu, Khalifa Model School merupakan sekolah yang memiliki kurikulum sendiri. Berani berbeda dengan sekolah kerajaan(sekolah negeri) yang ada disekitar.
Dari Miss Aini aku pahan bahwa muslimah disini sangat menjujung tinggi adab. Aku dan Toni tidak dipersilakan untuk naik tangga, kecuali kami dibiarkan untuk naik duluan dibanding beliau. Beliau ingin supaya kami bisa lebih menjaga pandangan. Sederhana memang. Tapi hal kecil hebat ini jarang dipahami muslimah di indonesia
Ternyata pertemuan dengan Miss Aini adalah pendahuluan untuk bertemu dengan jajaran direksi setelahnya. Ketika ustad Qayyum selaku mudir sudah rawuh, obrolan dicukupkan dan kami langsung menuju ke tempat yang sudah disediakan.
Ternyata ustadz Qayyum secara pribadi ingin menyambut kedatangan kami dengan penghormatan mulia. Beliau orang yang ramah, dan perhatian. Dan aku harus bersyukur karena dikelilingi banyak orang ramah nan hebat. Dalam forum itu pula, aku jelaskan latar belakang kenapa sampai harus singgah di sekolah kece ini. Selain itu, aku menangkap ada celah emas untuk diadakan student exchange dengan Mualliminku. Sekolah ini terbilang baru, karena masih belum memiliki alumni. Meski belum lama, khalifa model school ini memiliki kualitas yang tidak biasa. Dalam kurun waktu 2 tahun, kebanyakan siswanya hafal lebih dari 8 Juz. Padahal ini bukan sekolah tahfidz, pun target dalam tiap tahun hanyalah 3 juz saja. Ini menarik!. Langsung saja kusampaikan apa yang ada di pikiranku. Dan tiada terkira, adanya student exchange ini justru sangat dielu-elukan(diharapkan) dengan sekolah kami, tutur beliau.
Pertemuan itu disudahi dengan berdoa bersama demi kebaikan kedepannya setelah terancang dengan baik pula apa saja yang harus aku dan Toni lakukan selama tinggal di sekolah ini.
Ketika telah tiba dzuhur, kami solat berjamaah bersama dengan santri dan guru. Kemudian aku kembali ke kamar untuk rehat sambil menunggu dengan sangat setia sekali tibanya waktu berbuka.
Malang tiada terkira, terlalu asik menunggu membuatku menemui musibah. Aku harus menanggung pahitnya sholat ashar mbablas dari waktunya. Kenyamanan kasur melenakan kami. Betapa malunya kami saat itu. Kami kan mubaligh, dan seperti inilah ulah mubaligh-_-
Waktu yang dinantikan banyak orang selama ramadhan pun tiba. Adzan maghrib telah indah berkumandang memenuhi langit negeri Jiran tepat pada pukul 19.20 WM. Aku dan Toni untuk pertama kalinya menikmati buka puasa di tempat ini. Bahagia sekali rasanya, bisa membersamai buka puasa sesama teman pelajar beda kenegaraan.
Malam ini juga, pertamakalinya aku tarawih di tempat ini. Tak seperti yang kukira, kebiasaan tarawih disinu ternyata 8 rakaat. Cukup berbeda dengan mayoritas penduduk malay yang notabenenya syafiiah dengan tarawih 23 rakaat.
Luar biasa. Itu yang aku dapati di malam itu, sudah menjadi kebisaan nampaknya setiap kali santri menjadi seorang imam akan membacakan satu halaman dari juz satu dan berlanjut ke halaman selanjutnya di tiap rakaat tarawih. Nampaknya juz satu lebih biasa dibaca seorang imam disini daripada juz 30 yang familiar kita dengar di Indo. Selain itu, sang imam yang masih berusia 14 tahun sangat fasih memperdengarkan bacaanya. Dan untuk pertamakalinya lagi, aku diimami oleh imam yang solat sambil membawa mushaf ditanganya. Hal yang tabu kudapati di Muallimin. Aku yakin anak itu sudah hafal harusnya, tapi demi jaga jaga mushaf ia sertakan dalam tangannya, masyaAllah huhu
Malam itu, kusempatkan berjalan jalan malam disekitar sekolah. Secara umum sama saja dengan Indonesia, hanya saja aku cukup ironis. Kalau di Indonesia Bangunan tinggi dan besar seoerti ini pasti ada saja orang yang menyapunya, setidaknya petugas yang dibayar. Tapi malam ini aku cukup dikecewakan dengan kebersihan disekitar bangunan itu. Tidak kotor sekali memang, tapi juga tidak bersih tertata. Sudahlah, tak ada gunanya juga menjudge seenaknya, barangkali malam itu saja tukang sapunya lupa nyapu haha.
Kututup malam ini dengan secangkir kopi malay, aroma sedapnya semakin melengkapi nikmat tuhan di hari ini. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur. Alhamdulillah li kulli syai'i 🙏
Siapa sangka, hadir kami disini bukanlah layaknya muballigh yang dibutuhkan dalam sebuah ekosistem keislaman manusia. Tanpa hadirnya kamipun, sekolah ini masih bisa berjalan dengan baik dan tertata. Tapi, aku tetap tidak boleh tidak bersyukur. Bagaimanapun, ini yang terbaik dari Tuhan untuk kita. Yakini itu
Di hari kedua, belum banyak hal-hal besar baru yang kudapati. Tapi setidaknya, ada hal hal kecil yang tersoroti.
Pagi di Malay cukup berkesan bagiku yang baru pertamakali singgah disini. Kami solat shubuh pukul 5.45 WM yang kalau di indo sudah pasti almost ready buat berangkat sekolah. Maka bisa dipastikan jam setengah 6 pun masih bisa kita gunakan untuk menjalankan sahur. Selepas sholat, dengan dipimpin oleh Miyo (santri tingkat 3 yang hafal 20 juz lebih) kami membaca al ma'surat bersama.
Kemudian aku kembali ke kamar untuk melanjutkan ”rutinitas biasa" sambil menunggu tiba waktu dzuhur, yakni pukul 13.15 WM. 2 jam sebelum dzuhur tiba, kami bertemu dengan Miss Aisha (Wadir bagian Mahallah/asrama) untuk beramah tamah dan perkenalan secara lebih dekat. Dari beliau aku mengerti sekarang, Khalifa Model School ialah sejenis sekolah swasta seperti di indon. Jenjang pendidikan hanya ditempuh 4 tahun saja. Maka ketika 4 tahun telah selesai boleh dimonggokan untuk lanjut perguruan tinggi, ngirit umur getoh. Tidak berhenti disitu, Khalifa Model School merupakan sekolah yang memiliki kurikulum sendiri. Berani berbeda dengan sekolah kerajaan(sekolah negeri) yang ada disekitar.
Dari Miss Aini aku pahan bahwa muslimah disini sangat menjujung tinggi adab. Aku dan Toni tidak dipersilakan untuk naik tangga, kecuali kami dibiarkan untuk naik duluan dibanding beliau. Beliau ingin supaya kami bisa lebih menjaga pandangan. Sederhana memang. Tapi hal kecil hebat ini jarang dipahami muslimah di indonesia
Ternyata pertemuan dengan Miss Aini adalah pendahuluan untuk bertemu dengan jajaran direksi setelahnya. Ketika ustad Qayyum selaku mudir sudah rawuh, obrolan dicukupkan dan kami langsung menuju ke tempat yang sudah disediakan.
Ternyata ustadz Qayyum secara pribadi ingin menyambut kedatangan kami dengan penghormatan mulia. Beliau orang yang ramah, dan perhatian. Dan aku harus bersyukur karena dikelilingi banyak orang ramah nan hebat. Dalam forum itu pula, aku jelaskan latar belakang kenapa sampai harus singgah di sekolah kece ini. Selain itu, aku menangkap ada celah emas untuk diadakan student exchange dengan Mualliminku. Sekolah ini terbilang baru, karena masih belum memiliki alumni. Meski belum lama, khalifa model school ini memiliki kualitas yang tidak biasa. Dalam kurun waktu 2 tahun, kebanyakan siswanya hafal lebih dari 8 Juz. Padahal ini bukan sekolah tahfidz, pun target dalam tiap tahun hanyalah 3 juz saja. Ini menarik!. Langsung saja kusampaikan apa yang ada di pikiranku. Dan tiada terkira, adanya student exchange ini justru sangat dielu-elukan(diharapkan) dengan sekolah kami, tutur beliau.
Pertemuan itu disudahi dengan berdoa bersama demi kebaikan kedepannya setelah terancang dengan baik pula apa saja yang harus aku dan Toni lakukan selama tinggal di sekolah ini.
Ketika telah tiba dzuhur, kami solat berjamaah bersama dengan santri dan guru. Kemudian aku kembali ke kamar untuk rehat sambil menunggu dengan sangat setia sekali tibanya waktu berbuka.
Malang tiada terkira, terlalu asik menunggu membuatku menemui musibah. Aku harus menanggung pahitnya sholat ashar mbablas dari waktunya. Kenyamanan kasur melenakan kami. Betapa malunya kami saat itu. Kami kan mubaligh, dan seperti inilah ulah mubaligh-_-
Waktu yang dinantikan banyak orang selama ramadhan pun tiba. Adzan maghrib telah indah berkumandang memenuhi langit negeri Jiran tepat pada pukul 19.20 WM. Aku dan Toni untuk pertama kalinya menikmati buka puasa di tempat ini. Bahagia sekali rasanya, bisa membersamai buka puasa sesama teman pelajar beda kenegaraan.
Malam ini juga, pertamakalinya aku tarawih di tempat ini. Tak seperti yang kukira, kebiasaan tarawih disinu ternyata 8 rakaat. Cukup berbeda dengan mayoritas penduduk malay yang notabenenya syafiiah dengan tarawih 23 rakaat.
Luar biasa. Itu yang aku dapati di malam itu, sudah menjadi kebisaan nampaknya setiap kali santri menjadi seorang imam akan membacakan satu halaman dari juz satu dan berlanjut ke halaman selanjutnya di tiap rakaat tarawih. Nampaknya juz satu lebih biasa dibaca seorang imam disini daripada juz 30 yang familiar kita dengar di Indo. Selain itu, sang imam yang masih berusia 14 tahun sangat fasih memperdengarkan bacaanya. Dan untuk pertamakalinya lagi, aku diimami oleh imam yang solat sambil membawa mushaf ditanganya. Hal yang tabu kudapati di Muallimin. Aku yakin anak itu sudah hafal harusnya, tapi demi jaga jaga mushaf ia sertakan dalam tangannya, masyaAllah huhu
Malam itu, kusempatkan berjalan jalan malam disekitar sekolah. Secara umum sama saja dengan Indonesia, hanya saja aku cukup ironis. Kalau di Indonesia Bangunan tinggi dan besar seoerti ini pasti ada saja orang yang menyapunya, setidaknya petugas yang dibayar. Tapi malam ini aku cukup dikecewakan dengan kebersihan disekitar bangunan itu. Tidak kotor sekali memang, tapi juga tidak bersih tertata. Sudahlah, tak ada gunanya juga menjudge seenaknya, barangkali malam itu saja tukang sapunya lupa nyapu haha.
Kututup malam ini dengan secangkir kopi malay, aroma sedapnya semakin melengkapi nikmat tuhan di hari ini. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur. Alhamdulillah li kulli syai'i 🙏
Komentar
Posting Komentar