Di tengah Gerahnya Suasana Pemilu
Oleh : Hidanul Achwan
Satu pertanyaan yang sempat mengisi ruang di sudut belakang kepala saya belakangan, perlukah menampilkan ke publik pilihan mana yang hendak kita pilih?
Sampai saat ini, sekalipun saya belum pernah pasang story atau pamflet terkait kampanye calon mana yang hati saya cenderung kepadanya. Namun tentang pilihan, sejak belum dibuka masa kampanye pun, kecenderungan saya telah ada, bahkan menguat sampai masa-masa setelahnya.
Kembali ke pertanyaan di atas, pada waktu yang sama, banyak saya dapati teman-teman berterus terang menampakkan pilihannya dalam sosmed. Sedikit di level atasnya, para mubaligh dan ulama nasional, dengan berbagai cara dan medianya, pun tidak sedikit yang menunjukkan keberpihakannya, bahkan mendakwahkannya kepada masyarakat; mengurai letak maslahah-mafsadat dari kedua kemungkinan, dari sudut pandang masing-masing.
Yang saya amati, berbagai alasan dan pertimbangan para dai nasional di balik pilihannya tersebut, hampir semuanya masuk akal terlepas adanya silang pendapat. Tentu saja karena mereka memiliki ilmu, dan menggunakan perangkatnya; adab. Akibatnya, orang yang mendengar atau membaca tulisannya akan terbuka bahkan tergerak, untuk memilih seperti yang dipilih oleh sang penganjur.
Hal ini berbeda misalnya ketika saya melihat beberapa teman-teman saya, dengan berbagai bentuk kampanye atau keberpihakannya lantas melahirkan terma 'cebong' dan 'kampret', lalu dengan semudah meludah dilemparkan kepada kawan-lawan yang bersangkutan.
Atau rentetan status WA dengan berbagai variasi jari tangan diiringi caption berupa anekdot yang, alih-alih bermuatan ilmiah, mencerahkan saja tidak bahkan cenderung menjelekkan pendukung sebelah.
Jika demikian, percayalah bahwa hal itu sama sekali tidak merubah keadaan; lawan pendukungmu akan tetap pada pilihannya, sementara kubu anda boleh jadi hilang respek dengan cara-cara yang tidak elegan tersebut. Lebih parah lagi, hal ini hanya akan memperkeruh suasana yang tidak lagi bening.
Singkatnya, jika anda memiliki landasan kuat dan ilmiah dibalik alasan pilihan anda, sebaiknya itu yang anda publish. Atau jika anda merupakan orang berpengaruh dalam sebuah komunitas maupun masyarakat, sampaikan dengan santun dan beradab. Bukan menempuh cara-cara yang sama sekali tidak menunjukkan perilaku kaum terdidik. Lagipula, asas luber jurdil sudah cukup mengajak kita menjadikan yang rahasia agar tetap rahasia.
Terakhir, tulisan netral ini biarlah tetap netral tanpa harus ada bumbu kecenderungan sana maupun sini. Kembali ke pertanyaan awal, kita sendiri yang lebih berhak menilai seberapa perlu dan mampu kita menjadi personifikasi seorang pemilih yang terdidik, di tengah panasnya pesta demokrasi. Selamat memilih!
Kairo, 13 April 2019.
(Ditulis dalam perjalanan bus menuju KBRI Mesir untuk menunaikan hak suara)
Inframe : pejuang pemilu
Ehhh mas hidan Barakallah fii umrik
BalasHapusWahhh baru tau dan buka kalo ada komentar heheh.
HapusAamiinn, maturnuwun doanya. Doa baik semoga kembali padamu 😇
Haha Aamiin
Hapus