Bunga Tidur yang Mengusik
"Ah, dirimu dalam masalah rupanya." simpulku kemudian.
Seakan menjadi ta'wil bunga tidurku malam ini. Dalam sebuah ruang dan waktu aku berjumpa sahabatmu. Entah dalam forum apa, aku tak pasti menahu. Tak penting juga untuk tau. Yang jelas, dialog kami mengusik hati kecilku.
Pembicaraan apalagi kalau bukan tentangmu. Sahabatmu, mendadak menjadi penggembala. Menggiring domba sepertiku, menuju sebuah 'rumah'. What? Tidak! Tunggu dulu.
Malam itu sunyi. Suasana tak memberi kesempatan jangkrik untuk sekedar berderik. Aku berpacu pada gerak jarum pada sebuah detik.
"Rumah atau bukan, terpulang kepadamu.." ujar Sahabatmu. Seoalah membaca kebimbanganku. Aku menatap matanya dalam-dalam. Aku heran, bungkam.
Sahabatmu berkata, "Aku tahu kamu mendambakan kesempurnaan. Tapi kamu dibutuhkan,"
Seakan tidak ia berikan sepatah waktupun untukku berkata. Atau memang tak mampu lagi berkata. Aku makim diam seribu bahasa. Gamang.
Seketika pikiranku melayang menembus tabir. Kau menghampiri dengan segala kegenapanmu. Kau pergi, dengan keganjilan. Atau mungkin aku yang membiarkanmu berlalu, dengan segala kebodohanku. Otakku terus berputar mencari jawaban. Ah, bahkan aku lupa, rasa bukanlah soal logika.
Belum lagi sempat berucap, "Kemaren lusa bukanlah akhir yang terakhir. Kamu masih pagi. Bahagia selalu terbuka untuk dirangkai. Sebab, luka ada untuk diobati," sahabatmu kembali menyambar.
Ingin kubantah semuanya, tapi tidak bisa. Terlalu menusuk. Namun kusadari ini sejuk.
"Aku harus bagaimana?" Sontak kalimat ini yang keluar. Menerjemahkan kegelisahan setiap rongga badanku.
Sahabatmu tersenyum. Memejamkan mata sembari menghirup udara dalam-dalam. Lalu menghempaskanya.
"Tanyakan hatimu. Kamu lebih tau, apa yang harus kamu lakukan, Dan." Ujarnya seraya berlalu. Tanpa pamit
Baik, lengkap sudah. Tinggalah aku sendiri malam itu, dirundung pilu kebimbangan yang mengusik. Aku rindu pada kesempurnaan. Tapi, kesempurnaan tak perlu jadi rumahku. Kamu bukan kriteria. Namun hati kecil berkata, "Rumah adalah tempat dimana aku dibutuhkan." Diwaktu yang sama, bahkan semut tau kesempurnaan itu mustahil.
Diatas sana, rembulan dan jutaan bintang menertawakanku. Seorang pemuda yang dikerdilkan oleh masalah yang sesungguhnya kerdil pula.
* * *
Bersama kesendirian sepoi malam,
23.58
Komentar
Posting Komentar