Bualan Akhir Agustus

Saya sedih.

Pertama, sudah lama sekali saya tidak menulis. Baik di buku harian pribadi maupun melalui platform blogger ini. Padahal jauh-jauh hari sudah saya ikrarkan bahwa menulis sudah menjadi bagian dari hidup saya. Saya sedih, sesuatu yang telah membuat saya jatuh hati sedemikian rupa tidak saya tunaikan hak-haknya.

Kedua, kesedihan saya ini semakin menjadi-jadi ketika berulang kali saya buka daftar bacaan di blog, dan ketika itu pula teman-teman blogger saya yang biasanya dari mereka saya menyerat semangat untuk menulis, juga tidak seproduktif biasanya. Seolah kami tengah dilanda stagnan. Dan saya masih saja menunggu mereka. Sayangnya, aduh kok mereka tidak peka. Huh. Atau jangan-jangan mereka juga menanti-nantikan saya. Duh. Hehe

Ketiga, saya sedih karena tiba-tiba ada ketakutan saya dalam menerka bagaimana masadepan. Apalagi yang berkaitan dengan literasi. Saya ini apa dan siapa kok berani-beraninya bermimpi dapat melahirkan berderet buku yang terpajang di rak-rak gramedia. Belum lagi kalau melihat realita aktivitas yang begitu-begitu saja, banyak tidurnya, membaca macet apalagi menulis. Memang betul, saya mengetahui teori bahwa masa depan kita sendiri yang merancang. Tidak melulu bergantung orang lain. Namun untuk bangkit dengan kaki sendiri kok agaknya saya sedikit keberatan.

Terkadang kita harus kembali menyadari bahwa kodratnya manusia itu lemah. Bukan untuk lantas mengemis bantuan, namun menegaskan bahwa selamanya kita tidak dapat melakukannya sendiri. Kita membutuhkan tangan-tangan orang disekeliling kita yang, tanpa dimintapun, selalu sedia membantu kita berdiri kembali.

Aduhai paradoksnya, saya harus mengingkari paragraf saya sebelumnya. Beberapa kali saya usaha mencari faktor luar, setidaknya untuk menumbuhkan kembali semangat saya menulis, namun kok ya belum dapat-dapat. Atau memang saya yang kurang peka, ya saya bingung, harus mencari kemana lagi, kepada siapa lagi. Mungkin iya hanya soal waktu, namun waktu telah memaksa saya terlalu lama tidak memainkan kata-kata saya sebagaimana seharusnya. Harus ada jalan keluar, as soon as possible.

Akhir kalam, belit-belit saya sebetulnya bermuara pada permintaan tolong saya pada segenap pembaca budiman yang telah menghabiskan waktunya untuk membaca bualan saya, baik yang saya kenal dekat atau jauh-jauh mengenal saya, hehe.

Tolong, sampaikan kepada saya, bukan tentang mengapa kita harus menulis, Lebih dalam dari itu, mengapa SAYA harus menulis?

Komentar

  1. Karna kamu sudah jatuh hati? Dan ternyata, nyata kamu menginspirasi seseorang menulis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah wah, terimakasih sudah berkenan membaca bualan saya. Lebih dari cukup utk membuat saya bangkit lagi, terimakasih. Hehe

      Hapus
  2. wgwgwg, teruntuk Mas Hidan, didalam kesedihannya.
    :) MAs Hidan sedih karna stagnan dalam menulis.
    saya sedih karna tidak dapat membaca tulisan Mas Hidan.
    ada penanti mas,
    cerita cerita, pemikiran, Mas Hidan.
    yang mungkin tanpa sadar, menginspirasi seseorang. ehe
    atau mungkin saja bisa menjadi alasan Mas Hidan menulis kembali, ketika setiap moment, setiap pemikiran Mas Hidan dituliskan. lalu terlupakan. dan ketika dibaca kembali, teringat kembali, tentu menjadi hiburan dan penyemangat tersendiri bagi diri MAs Hidan,
    sebelum dan sesudahnya " SEMANGAT SELALU MAS"
    salam.
    semoga keselamatan dan berkah selalu menyertai :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, teruntuk Dek Nita. Saya ga tau kamu siapa tapi sepertinya kamu pernah ketemu saya atau sebaliknya. Terus terang kamu alay sih, tapi cukup berhasil menghibur saya saat kering-keringnya. Walaupun bahasamu sok-sok lugu dan polos, sedikit banyak telah membantu saya untuk berdiri lebih tegak lagi. Terimakasih :)

      Hapus

Posting Komentar

VIEWERS

Postingan Populer