Jangan Sampai (Refleksi Kreatif Kolaboratif)
Indonesia, sebagaimana dikatakan Prof. Amien Rais, dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Politik carut marut, keadilan yang tidak berkeadilan, hingga intervensi pihak pihak luar, baik dalam ekonomi maupun politik, kian memasung kedaulatan kita pada posisi yang amat mengenaskan. Bahkan, dalam TSCMP (The South China Morning Post)—surat kabar di China—di beritakan bahwa “Wealth gap : four richest Indonesians worth more than poorest 100 million”. Berbagai diskusi dan wacana telah diangkat, satu-dua coba dieksekusi, dan hanya menyisakan pertanyaan : Adakah benar-benar terselesaikan?
Tentu pantang bagi kita mengatakan tidak, kendatipun untuk mengatakan iya ialah sama halnya menantang badai. Betapa persoalan bangsa yang rumit ini telah menguras tenaga dan pikiran Bapak-Bapak kita, untuk dicarikan jalan keluarnya. Memang benar bahwa kita—pemuda dan pelajar—tidak terlibat langsung dalam eksekusi penyelesainya. Namun, diam berpangku tangan bukan pula sebuah langkah bijak. Rasanya, tidak ada yang membantah didunia ini bahwa, “Bagaimana masa depan suatu bangsa, ialah bagiamana pemudanya saat ini”.
Adalah sebuah keniscayaan bahwa berjalanya waktu akan menggerus usia, yang pada waktunya akan mempersilakan generasi untuk mengisi. Dalam salah satu lirik lagu yang digubah oleh Banda Neira, berbunyi “Yang patah tumbuh, yang hilang berganti”. Maka tinggalah menunggu waktu tatkala Bapak Bapak kita makzul esok, giliran kita yang memimpin bangsa ; menentukan kebijakan sekaligus menyelesaikan persoalan.
Kalau generasinya tidak siap, kandas saja. Kalau generasinya apatis, silahkan nyenyak dalam selimut. Dalam hal ini, IPM sebagai salah satu Organisasi Kepemudaan terbaik telah menunjukkan komitmennya. Melalui tempaan khasnya, selain dibekali cakrawala keislaman sebagai fondasi dasar, para pelajar di latih untuk memiliki pandangan jauh kedepan dalam menatap bangsanya, dengan pijakan idealisme yang kuat.
Ya, meskipun orang-orang dengan—meminjam istilah Buya Syafi’i—“idealisme martir” ini tidak banyak mewarnai percaturan Senayan lantaran idealismenya, tidak perlu diragukan lagi bagiamana perjuangan mereka memajukan bangsanya dalam ranah yang lain.
Masih dalam nafas usaha gerakan Pelajar Berkemajuan, kini PD IPM Kota Yogyakarta akan mengangkat tagline “Pelajar Kreatif Kolaboratif”, setelah branding Pelajar Anti Apatis digaungkan. Kalau diperhatikan sekilas lalu, seakan terdapat penggeseran orientasi. Sungguhpun demikian, kalau mau ditilik lebih dalam, justru pengejawantahan semangat daripada tagline sebelumnyalah yang kita dapati. Wujud penolakan anti apatis terhadap keadaan sekeliling, diterjemahkan melalui gerakan kreatif dan kolaboratif.
Untuk mengurai lebih rinci dan mendalam, barangkali merujuk “foundig father” nya lah akan anda dapati. Secara berbelit-belit saya suguhkan pendahuluan yang amat panjang, walaupun sebenarnya penguraian “Kreatif Kolaboratif” belum dapat menyentuh memuaskan. Saya tidak lebih dari seorang penerjemah, yang masih mengembara diseputar daratan awam.
Makna kreatif, dalam KBBI, ialah menciptakan daya cipta;memiliki kemampuan untuk menciptakan. Sedangkan Kolaboratif merupakan bentuk sifat dari kata kerja kolaborasi yang maknanya kerjasama;kooperasi;persekutuan. Untuk dapat mengawinkan keduanya dalam duduk perkara pelajar, saya terjemahkan menjadi kemampuan menciptakan inovasi melalui kerjasama dengan berbagai kalangan, khususnya sesama Organisasi kepemudaan sekalipun berbeda ideologi.
Ditengah luka yang mendera Kota Yogyakarta-ku tercinta ini, sinergitas antar segmen sangatlah berarti untuk sembuh, terutama pelajar. Selain memperkuat persatuan, kooperasi yang baik setidaknya dapat meredam cuap-cuap cela atas gelar “Kota Pelajar” yang kita sandang, sehingga dengan lantang dapat kita suarakan bahwa klithih dan segala ketidaknyamanannya tinggalah bualan belaka.
Ya, adakalanya hal ini sekali waktu digalakkan sebagai respon atas kondisi umat yang terkotak-kotak dalam persoalan yang sepele. Sehingga bukan perseteruan meruncing yang mencuat, namun sinergitas dalam bingkai persatuan yang tertonton indah. Lagipula, kata salah seorang bapak teman saya, kalau banyaknya perbedaan kita lihat dalam kacamata “fastabiqul khairat”, maka tidak perlu lagi ada bayangan keriput saling sikut. Semuanya bersinergi membangun dan memajukan bangsa indonesia, dalam ranahnya masing-masing. Ah, betapa indahnya.
Ultimatum juga buat saya dan beberapa rekan sekalian barangkali, jangan sampai kemasan mewah “kreatif kolaboratif” dengan bumbu cepat dan tangkas, membuat kita abai pada hal substansial. Jangan sampai demi dalih efektivitas, solat tepat waktu kita kesekiankan. Jangan sampai semangat berkemajuan melunturkan tanggung jawab akan perbaikan moral pimpinan. Jangan sampai demi kemanfaatan yang besar, lantas menghalalkan kecll-kecil kemaksiatan.
Selamat berjuang rekan-rekan, semoga amanah tidak salah mendarat pada jiwa kita. MAKIN JAYA IPM-ku, ga deng, IPM Kita Semuaa. Jangan lupa Baca ya, Dan!
Dunia terlalu luas untuk tidak kita ketahui.
Salam kolaboratif,
Hidanul Achwan
Yogyakarta, 2 April 2017
Komentar
Posting Komentar