Himah Ukhuwah di balik Duka Pandemi

Salah satu nasihat yang masih membekas sampai saat ini, yang saya dapatkan ketika dulu sulit menerima kenyataan tertolak beasiswa bezet ialah:

"Tetap positive thinking. Pasti ada hikmah di balik itu, dan yang tidak kalah penting, masih ada banyak hal yang bisa disyukuri," (Mabafasa, 2020). 

Nasihat tersebut menjadi abadi karena selalu relate dengan berbagai persoalan hidup kita, termasuk saat masa pandemi seperti saat ini. 

Di samping meratapi kesedihan duka wabah yang tak lekas nampak ujungnya, sebetulnya masih ada lebih banyak hal yang dapat kita syukuri, dan itulah yang seharusnya lebih kita perhatikan. 

Saya yang sudah 63 hari tidak keluar asrama juga telah khatam berbagai jenis kejenuhan, futur dan rasa malas yang luar biasa. Untung saja tidak sampai stress. Yah, kita memang bosan dan menderita dengan segala kesusahan ini, namun jangan sampai itu semua lantas menjadikan kita buta; ada banyak hal sederhana di sekeliling kita perlu kita syukuri. 

Salah satunya ialah nikmat ukhuwah dalam kehidupan berjamaah. Pandemi menjadi momen kita menjalin kebersamaan lebih intim dengan anggota satu rumah. Kesempatan untuk belajar memahami kawan kita lebih dekat, bertukar cerita dan juga belajar seni mengolah kebersamaan. 

Hal ini akan lebih terasa ketika kita tinggal di asrama atau model rumah pembinaan. Karena satu atap membersamai orang dalam skala besar, akhirnya gara-gara tidak banyak keluar, kita jadi bisa lebih banyak belajar karakter dan budaya orang-orang disekitar kita. Termasuk di dalamnya, kesempatan mendengarkan nasihat-nasihat mahal hasil perjalanan hidup mereka. 

Di asrama tempat saya tinggal, selain bisa tetap shalat berjamaah ramai-ramai, kita bisa mendengar penyampaian kultum setiap tarawih dan selepas Subuh. Bergantian setiap orang menyampaikan materi yang tidak saja menambah maklumat, namun juga sebagai nasihat untuk terus memperbarui niat dan keimanan selama bulan Ramadhan. 

Dampaknya memang cukup terasa. Saat kita bosan di kamar terus, jenuh dengan banyak tugas dan rutinitas yang itu-itu saja, ketika selepas shalat mendengar ceramah kawan, ada saja dari kalimat mereka yang berhasil menampar kita. Mengingatkan untuk lebih menghargai waktu dan memperbaiki diri. Itu semua menjadi indah karena pada dasarnya hati kita selalu rindu akan nasihat kebaikan. 

Belum lagi jika yang menyampaikan senior atau mahasiswa pascasarjana, wah dijamin bisa panen uslub dan ta'bir dalam berbahasa Arab deh. 

Hal-hal tersebut sebetulnya sederhana saja, seperti mengalir sebagai sebuah keniscayaan atas persoalan tidak bisa keluar asrama. Mungkin terkesan biasa, tidak terlalu istimewa karena di asrama manapun juga umumnya begitu. Namun sebagaimana hal-hal sederhana lainnya, jika kita mampu memaknai dan melihatnya dengan sudut pandang yang lebih luas, apa yang terlihat sederhana akan menjadi luar biasa. 

Akhirnya, hal seremeh apapun dan kondisi yang bagaimanapun tetap bisa mengantarkan kita untuk selalu bersyukur, dan tentu saja, tidak mudah sambat dong ya. Hehe. Yah, sejauh mana kita mampu memaknai segala hal yang menimpa diri kita sih. 

Yang tidak tinggal berasrama pun boleh jadi justru lebih hebat dalam mengelola kebersamaanya. Tantangannya lebih besar, dan oleh karena itu, biasanya kreatifitasnya lebih tinggi dalam mengisi Ramadhan agar tetap penuh warna. Banyak hal remeh dan sederhana bisa kita upayakan dan dengan sedikit pemaknaan, akan selalu menyadarkan kita untuk mensyukuri betapa berharganya hidup ini. Betapa berharganya kehidupan berjamaah. 



Hari ke-63 karantina asrama. 
Sufaraa el Hidayah, Zahro, Nasr City. 
17 Mei 2020. 

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer