Nasihat Tentang Membaca

 

Kemaren baca postingan lama Dr. Ikhwani yang mengutip salah satu pesan Prof. Dr. Mahmud Abdurrahman yg isinya kurang lebih begini: kitab itu dibaca minimal 10 kali.

Sebetulnya beberapa kali saya sering mendapat nasihat senada, namun masih sebatas manggut-manggut, belum sampai mengeksekusinya. Namun sekali lagi mendengar pesan seperti itu, apalagi dari salah satu pakar Ushul Fiqh Al Azhar, seperti mendapat energi lebih besar untuk lekas mengupayakannya.

Terkait persoalan membaca ini, saya jadi teringat sebuah pertanyaan Kak Musa yang dilontarkan sebelum Ma'ridh tahun 2018 dulu. Dalam satuan waktu yang sama, mana yang lebih baik antara membaca satu buku sebanyak lima kali, atau membaca lima buku masing-masing hanya satu kali?

Kalau berkaca pada diri sendiri, sejak kelas 4-6 di Muallimin dulu semangat baca saya ialah kuantitas judul buku. Pokoknya target seminggu atau dua minggu satu buku harus selesai, terus pindah ke buku lain. Tidak paham beberapa isi buku saat membaca tidak masalah, lanjut aja dulu, toh nanti biasanya ketauan maksutnya pas baca buku lain. Seperti menemukan benang-benang merah, dan itu nikmat sekali rasanya. Serius.

Pertimbangan saya saat itu, karena masih muda, it's oke lah cari pengalaman pernah baca berjudul-judul buku dulu. Minimal, kita tau pembahasan tentang ini ada di buku ini, pembahasan itu di buku itu, dan seterusnya. Kelebihannya, sesuai naluri anak muda, kita punya amunisi lebih untuk berdiskusi plus obsesi agar terlihat bacaanya banyak. Minusnya, tentu saja pemahaman itu hanyalah sebatas kulitnya saja alias tidak bisa menghadirkan isi buku secara utuh. 

Orientasi membaca seperti itu masih diwajari terjadi saat Aliyah. Namun ketika sudah dalam jenjang perkuliahan, dengan spesialisasi ilmu yang kita pilih, level cara membaca kita juga harus ditingkatkan. Sekedar pernah baca banyak buku saja, tanpa diulang atau dipahami berkali-kali ya tidak akan membentuk kepakaran.

Masak iya, suatu saat nanti ada orang bertanya perihal takhasus kita, lalu kita hanya mampu menjawab, "oh, pembahasan ini kalau tidak salah ada di kitab ini tapi saya lupa e isinya," (udah pakai 'kalau tidak salah' pake 'tapi' lagi, haduh ).

Sepertinya memang sudah waktunya orientasi membaca kita bukan lagi berapa banyak judul buku telah dibaca (meski saya tidak mengatakan itu tidak penting), melainkan fokus utama kita seharusnya menguasai buku-buku yang telah dibaca dengan terus mengulangnya berkali-kali, sampai jadi malakah.

Maka nasihat Prof. Mahmud Abdurrahman itu, meskipun sangat singkat dan padat namun sarat makna. Secara tidak langsung, beliau seolah tengah berbagi tips dan rahasia dibalik kepakaran beliau itu sendiri.

Komentar

VIEWERS

Postingan Populer